EFESUS 3:14-21
(Skill, Pengetahuan, Teknologi, Digitalisasi dan Potensi Lain
dalam Hidup Berjemaat)
Pengantar
Pada zaman
Perjanjian Baru, kebanyakan penduduk asli kota Efesus adalah penyembah. Hal ini dapat ditemukan dalam catatan di
Kisah Para Rasul 19:24-28, yaitu bahwa di Efesus terdapat kuil Artemis yang
besar karena Artemis adalah yang disembah
oleh seluruh Asia dan seluruh dunia yang beradab (Kis 19:27). Tidak hanya itu, ada banyak juga kuil
penyembahan berhala yang dibangun di kota Efesus. Ini berarti, jemaat Kristen atau gereja di
Efesus saat itu berada di lingkungan masyarakat yang majemuk dan tidak menutup
kemungkinan bahwa pada gilirannya, kemajemukan itu jugalah yang akan mewarnai
keberadaan jemaat.
Seperti jemaat
Kristen pada umumnya zaman itu, jemaat Efesus terdiri atas orang Yahudi yang
semula beragama Yahudi (3:6) dan orang Yunani atau Romawi yang semula penyembah
berhala (3:6). Jadi, tidak heran, jika
masalah yang banyak terjadi di antara jemaat adalah seputar gaya hidup sekuler
yang ‘dibawa masuk’ ke dalam gereja:
Gaya hidup sekuler yang bertabrakan dengan gaya hidup Kristiani
Pemahaman Teks
Ada kasus khusus yang
diketengahkan dalam surat ini yaitu mengenai pemenjaraan Paulus yang membuat
jemaat ‘terguncang’. Kepada jemaat di
Efesus, Paulus menjelaskan bahwa dirinya dipenjara karena memberitakan Injil Kristus
Yesus kepada orang-orang yang tidak mengenal Allah supaya mereka diselamatkan,
termasuk jemaat yang semula bukanlah orang percaya (3:1, 6, 8).[1] Oleh karena itu Paulus menguatkan jemaat
dengan mengatakan bahwa jemaat jangan
tawar hati melihat kesesakan yang dialami Paulus karena kesesakan Paulus
adalah kemuliaan jemaat (3:13).
Masih dalam rangka menguatkan
jemaat, Paulus menuliskan bahwa – sekalipun ia berada di dalam kesesakan
penjara – ia mendoakan jemaat supaya
1.
dikuatkan dan diteguhkan hati oleh Roh Tuhan sehingga mereka tetap beriman
kepada Kristus, berakar serta berdasar di dalam kasih (ay. 16 – 17);
2.
dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya
dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan
… (ay. 18-19);
3.
dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah (ay. 19).
Renungan dan Penerapan
Dapatlah dibayangkan bahwa
sepeninggalannya Paulus karena dipenjara, jemaat seperti kehilangan tokoh yang
dapat mempersatukan mereka yang berlatar budaya Yahudi dengan Yunani maupun
Romawi. Budaya dan gaya hidup yang
‘dibawa masuk’ ke dalam persekutuan jemaat sangat beragam, semuanya mengaku
sebagai yang ‘baik dan benar’ padahal gaya hidup Kristiani-lah yang harus
diberlakukan.
Hal seperti ini pun masih terjadi dalam persekutuan jemaat
sekarang, yaitu ketika setiap orang dari latar belakang budaya masing-masing,
memperkenalkan budayanya lalu mengajak jemaat untuk mengambil bagian dalam
tradisi itu. Terhadap
semua perbedaan dalam jemaat seperti ini, yang penting bagi Paulus adalah
setiap orang yang memberlakukan hal ini, ia beriman (hanya) kepada Yesus
Kristus dan bertekad untuk menunjukkan kasih kepada sesamanya (ay. 16-17).
Inilah salah satu batas toleransi yang diajarkan Paulus.
1.
menerima dan menghargai satu sama lain sebagai yang sama-sama menerima
kasih karunia Tuhan.
2.
memaklumi keberadaan orang lain dan membiarkan mereka menjadi diri sendiri
apa adanya, sebagaimana Tuhan pun menerima mereka apa adanya.
3.
berusaha ‘menjembatani’ perbedaan yang ada dengan kasih tanpa mengabaikan
perkataan Kristus sebagai batas ukurnya.
Pada ayat 20, Paulus memberikan ketenangan bahwa
walaupun dia berada di dalam penjara dan tidak dapat melakukan apapun untuk
jemaat Korintus, Paulus meyakinkan jemaat bahwa Tuhan mampu melalukan jauh
lebih banyak dari apa yang dibutuhkan dan diharapkan umatNya. Tuhan tidak dapat
dipenjara (seperti Paulus dipenjara saat itu); Tuhan tidak dapat dibatasi (seperti
Paulus yang dibatasi oleh tembok dan dinding dingin sebagai tahanan).
Penutup
Di atas segala usaha kita untuk mengutuhkan persekutuan jemaat dengan
segala kemajemukannya, Paulus mengingatkan bahwa ada Tuhan yang dapat melakukan
jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, karena kuasanya
sungguh nyata (ay. 20). Pada akhirnya,
Paulus mengatakan bahwa kehidupan berjemaat yang toleran di dalam kemajemukan
akan menjadi kemuliaan bagi Kristus Yesus turun temurun sampai selama-lamanya
(ay. 21). Karena itu mari percaya kepada
kuasa Tuhan yang tidak terbatas itu, mari jadikan pengetahuan, skill dan
kemampuan, teknologi dan beradapan sebagai alat Tuhan menyatakan kemuliaan
namaNya dala, kehidupan jemaat Tuhan ini. Amin.
[1] Perhatikanlah bahwa yang dimaksud oleh Paulus sebagai ‘orang-orang yang semula tidak mengenal Allah’
adalah orang-orang bukan Yahudi (3:6&8), yaitu orang Yunani dan Romawi,
yang adalah penyembah berhala.
No comments:
Post a Comment