SUATU KEHORMATAN BEKERJA DI RUMAH TUHAN
Bahan Khotbah Ibadah Keluarga
18 Maret 2020
Oleh: Pdt. Cindy Tumbelaka, M.Th
(dengan "sedikit" tambahan dan penyesuaian)
Pengantar
dan Pemahaman Teks
Kehat adalah salah satu dari anak
anak Lewi (selain Gerson dan Merari, 3:17). Tidak seperti suku-suku Israel
lainnya, bani Lewi, termasuk Kehat, yang dicatat adalah semua laki-laki yang
berumur satu bulan ke atas (3:14).
Perbedaan ini karena kepentingan pencatatan yang berbeda. Jika suku-suku
lainnya dicatat untuk menghitung kekuatan pasukan, suku Lewi dicatat untuk
menghitung jumlah orang yang kena wajib tugas berhubung dengan pekerjaan
jabatan di Kemah Pertemuan (4:35, 37). Berdasarkan kepentingan ini maka
yang didata adalah orang-orang (laki-laki maupun perempuan) yang berumur 30
sampai 50 tahun (4:35).
Renungan
dan Penerapan
Melakukan pekerjaan jabatan di Kemah
Pertemuan pada zaman itu sama dengan menjadi pekerja di gereja pada zaman ini. Perhatikan ketentuannya:
1. Keturunannya dikhususkan
TUHAN
Keturunan Kehat, yang adalah keturunan Lewi,
dicatat sejak berumur 1 bulan. Hal ini sepertinya dibuat berbeda dengan
ketentuan pengudusan semua anak laki-laki sulung (bdk. Luk 2:21-24). Ini berarti, yang dihitung dan dikuduskan
sebagai keturunan pejabat Kemah Pertemuan adalah semua orang, sulung maupun
bukan, laki-laki maupun perempuan.
Pada zaman sekarang, orang Kristen tidak lagi
berpegang pada ketentuan seperti ini, yaitu jika orang tuanya adalah pejabat
gereja maka seluruh keluarga dan keturunannya pun mewarisi atau terikat dengan
jabatan itu. Akan tetapi bukan berarti semangat melayani hanya milik anggota
keluarga yang memiliki jabatan gereja. Semangat pelayanan harus dimiliki oleh
seluruh anggota keluarga dan diwarisi kepada keturunan-keturunan berikut.
Walaupun sekeluarga terpanggil untuk ikut
melayani namun hal semangat ini tidak selalu diterima baik oleh jemaat. Kendalanya
adalah orang akan melihat kiprah keluarga dalam pelayanan seperti cara
‘menguasai’ pekerjaan di rumah Tuhan. Jika kita kembali ke Kitab Bilangan,
TUHAN sendiri yang menentukan bahwa pekerjaan di rumah ibadah harus dikerjakan
oleh keluarga (bukan hanya perorangan) yang ditentukan TUHAN (bukan dipilih
jemaat). Akan tetapi, pertimbangan jemaat untuk tidak ‘mendominasi’ pelayanan
gereja juga harus dipertim-bangkan. Karena itu, gereja harus bijak mewadahi
semangat pelayanan sekeluarga untuk da-pat menopang pelayanan pejabat gereja di
keluarga itu.
2. Umur pejabat di Rumah Tuhan
ditentukan TUHAN
Jika umur orang yang mau melayani ditentukan
TUHAN, artinya sebelum batas umur terbawah (30 tahun), itu berarti para kaum
lewi sudah harus
dipersiapkan sedemikian rupa supaya ketika umur 30 tahun, ia siap melakukan
pekerjaan yang sudah turun temurun dilakukan. Proses
ini mengingatkan kita pada kemampuan untuk bukan saja melihat potensi tetapi
juga meng-kondisikan segala sesuatu supaya tersedia potensi atau Sumber Daya
Insani.
Pada masa kini, orang yang berumur 30 tahun
termasuk dalam kelompok dewasa. Di
beberapa gereja, jabatan dalam pelayanan juga dapat dipercayakan kepada orang
yang umurnya lebih muda, yaitu satu tahun setelah peneguhan sidi reguler (18
tahun). Pada umur 18 tahun, seorang telah dianggap sudah
cukup dewasa secara iman
(sidi) untuk melayani, entah sebagai sebagai pelayan PA
PT, pengurus pelkat, sebagai diaken maupun maupun penatua. Tetapi
persoalan di sini bukan soal umur, melainkan menyiapkan kader pemimpin yang melayani sebagaimana sejak dini
(umur sebulan), para keturuna kaum Lewi mulai di data.
Batas umur yang ditetapkan oleh Allah untuk
melayani di Kemah Pertemuan adalah 50 tahun. Pada masa kini, masih banyak orang yang
berumur 50 tahun dianggap sebagai yang masih produktif sehingga masih
dipercayakan tugas pelayanan. Pada sisi
lain, pemerintah pun menentukan masa usia produktif dibatasi oleh pensiun pada
umur + 56 tahun, sedangkan pada bidang pekerjaan profesional tertentu
bisa mencapai 70 tahun. Yang pasti, tentu ada pertimbangan mengapa orang yang
wajib bertugas di Kemah Pertemuan dibatasi hanya sampai umur 50 tahun.
Perlunya ada pertimbangan dan evaluasi tentang
faktor usia, karena hal inipun penting dari segi kemampuan fisik ketika
melayani. Dengan kata lain, pembatasan umur bukan soal “saya masih rindu melayani tetapi sudah dibatasi”, melainkan
soal kemampuan fisik, dan mental ketika memberi diri kepada Tuhan agar dapat
maksimal melayaniNya. Di sisi lain, pembatasan usia oleh TUHAN pada bacaan kita
ini, sudah pasti berhubungan dengan kaderisasi. Bahwa generasi tua perlu
memberi ruang pada generasi selanjutnya untuk dipercayakan pekerjaan mulia itu.
Gereja bukan saja hanya menyiapkan kader ke
depan untuk melayani TUHAN, tetapi menciptakan atmosfir positif terhadap proses
suksesi atau pergantian jabatan dalam pelayanan. Hal ini penting supaya
generasi terdahulu tidak merasa dibuang, dan generasi selanjutnya tidak merasa
diabaikan.
Penutup
Bagi orang Israel, setiap penentuan Tuhan
dalam hidup adalah suatu kehormatan, apakah sebagai pejuang, pekerja maupun
sebagai pejabat rumah ibadah. Kehormatan
itu jelas bukan berdasarkan apa yang dikerjakan tetapi karena Tuhan sendiri
yang menentukan kita untuk melakukan pekerjaan-Nya. Walaupun tidak umum, umur seseorang
juga termasuk dalam pertimbangan Tuhan menentukan pekerjaan yang tepat untuk
kita lakukan. Sebenarnya, untuk melakukan pekerjaan di rumah Tuhan, banyak
orang yang lebih muda dari umur 30 tahun maupun lebih tua dari 50 tahun, masih
mampu melakukan berbagai macam pelayanan.
Dengan alasan ini, kita tidak lagi menganggap batasan usia 30 sampai 50
tahun sebagai ukuran mati. Kita pun ‘tanpa merasa bersalah,’ bahkan dengan
senang hati berkiprah sejak muda maupun ketika sudah berumur.
Akhirnya,
yang menentukan umur berapa seharusnya kita mulai ataupun mengakhiri pelayanan
adalah realita. Kita harus jujur
mengakui dan mengukur sejauh mana kedewasaan dan tanggung jawab kita dapat
memberi sumbangsih pada pelayanan gereja sehingga umur tidak terlalu menjadi
masalah,asalkan terpenuh kriteria yakni mampu dan tersedia ruang kaderisasi.
No comments:
Post a Comment