Bahan Khotbah Ibadah Keluarga
Rabu, 11 Maret 2020
KEBERHASILAN ADALAH HASIL PERJUANGAN
Oleh: Pdt. Cindy Tumbelaka, MA
Pengantar
Akhirnya,
selesailah pembangunan rumah bagi nama TUHAN (6:1-2). Bacaan ini adalah pidato Salomo, setelah
rumah TUHAN atau Bait Allah selesai dibangun tetapi sebelum rumah itu
ditahbiskan.
Pemahaman
Teks
Ay. 3 Sepertinya, pada waktu mengatakan: “TUHAN telah memutuskan untuk diam dalam
kekelaman. Sekarang aku telah mendirikan ruman kediaman bagi-Mu, tempat Engkau
menetap selama-lamanya (ay. 1-2),”
posisi (tubuh) atau gesture Salomo adalah menghadap ke Bait Suci yang baru
selesai dibangun. Setelah berkata demikian, barulah ia mengadap jemaah Israel
yang sedang berdiri (semula) di belakangnya.
Ay. 4 Tema utama yang diusung Salomo
pada pidatonya ini adalah penggenapan janji TUHAN, Allah Israel. Salomo
mengakui bahwa Bait Allah ini adalah bukti bahwa Allah sendiri yang mengerjakan sampai selesai apa yang
difirmankan =
dijanjikan-Nya kepada Daud tentang pendirian rumah untuk nama TUHAN. Jadi, pembangunan ini diakui Salomo sebagai
perbuatan Allah sendiri (bukan dirinya).
Ay. 5-6 Salomo menjelaskan tentang
pemillihan Allah. Allah yang memilih tempat di mana rumah bagi nama-Nya harus dibangun dan siapa yang
seharusnya menjad raja atas Israel, umat-Nya. Lebih jelasnya, Allah memilih Yerusalem sebagai tempat kediaman bagi
nama-Nya dan Daud sebagai raja atas umat-Nya.
Ay. 7-9 Selanjutnya, Salomo menjelaskan
bagaimana bisa, Daud yang dipilih Allah menjadi raja tetapi Salomo-lah yang
mendirikan Bait Suci itu, bukan Daud. Salomo menceritakan bahwa Daud bermaksud
mendirikan rumah untuk nama TUHAN, Allah Israel. Walaupun TUHAN melihat maksudnya itu baik
namun TUHAN memilih = menentu-kan anak kandung Daud, yaitu Salomo, yang akan
mewujudkan maksud baik itu (bukan Daud, 1Taw 17:11-12).
Ay. 10 Salomo memperkenalkan diri sebagai
anak kandung Daud, yang dimaksud TUHAN. Dalam hal ini, Salomo menekankan bahwa
janji TUHAN kepada Daud, ayahnya, telah ditepati.
Ay. 11 Salomo juga telah menempatkan
tabut perjanjian, yang sempat dipindahkan Daud dari kemah kudus ke kemah yang
dibuatnya khusus untuk tabut itu di Yerusalem. Secara tidak langsung, ayat ini
sedang memperlihatkan andil Daud yang cukup besar dalam membangun Bait Suci
yaitu meletakkan tabut perjanjian dalam kemah khusus di Yerusalem, sebagai
penanda bahwa rumah bagi nama TUHAN akan dibangun di situ.
Renungan
dan Penerapan
Ketika rumah bagi nama TUHAN ini
selesai dibangun, ada pemaknaan teologis yang dilekatkan Salomo pada setiap
prosesnya. Mulai dari pemilihan tempat dan siapa yang akan membangun sampai
kepada penggenapan janji Allah.
Dalam melakoni alur kehidupan, kita
seringkali memahami setiap hal yang terjadi sebagai yang memang seharusnya
terjadi, misalnya: setelah lulus dari jenjang pendidikan yang satu, kita atau
anak-cucu kita, berlanjut ke jenjang berikutnya, di lembaga pendidikan yang
cocok; Setelah dewasa, kita menemukan jodoh, kawin dan membangun rumah tangga
sebagaimana harapan semua orang; Kita bekerja pada bidang yang kita minati,
sesuai potensi atau yang dapat memenuhi kebutuhan hidup; Kita bergereja di
jemaat yang menurut kita nyaman, terjangkau ataupun sudah sejak lahir kita
aktif di situ. Begitu juga dalam pergaulan. Kita seringkali berpikir bahwa
kitalah yang memilih teman dan pergaulan.
Ketika kita merasa memiliki hak
pilih terhadap jalan hidup yang kita lakoni sekarang, dalam bacaan ini, Salomo
menyebutkan bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita adalah
berdasarkan pemilihan atau penentuan Allah. Allah-lah yang memilihkan sekolah,
jo-doh, tempat tinggal, tempat kerja bahkan jemaat di mana kita bertumbuh dan
brebuah. Allah juga menentukan setiap orang yang hadir dalam hidup kita, baik
yang menguntungkan atau-pun merugikan. Jika pemilihan Allah membawa kita kepada
keadaan yang menyenangkan (jodoh yang sepadan, sekolah yang membuat kita
bergelimang prestasi, bidang pekerjaan yang cocok, pergaulan yang bergengsi,
jemaat yang harmonis, dll), tentu kita akan senang hati menikmati pemilihan
Allah itu. Sebaliknya, jika penetapan Allah atas hidup kita membawa kita kepada
keadaan yang memprihatinkan (kebalikan dari keadaan di atas), kita mungkin akan
mengeluh, tidak sabar, marah atau ngambek.
Dalam hidup, ada banyak maksud baik
di dalam niat kita tetapi tidak diizinkan Tuhan untuk terwujud. Tuhan-lah yang
menentukan, siapa yang akan mengerjakan maksud baik yang kita pikirkan itu:
kalau bukan kita, mungkin keturunan kita yang berikut ataupun yang berikutnya,
mis: pembangunan ataupun renovasi gedung gereja digagas oleh kita namun baru
dikerjakan oleh angkatan setelah kita dan diselesaikan oleh angkatan berikutnya.
Angkatan termuda itulah yang meresmikan dan terpatri tanda-tangannya pada
prasasti gereja. Ide untuk membuka usaha sebenarnya dirintis dari kita namun
baru berkembang di tangan generasi di bawah kita lalu generasi berikutnyalah
yang mendapat penghargaan karena usaha itu telah membawa banyak manfaat bagi
masyarakat luas.
Dalam penghayatan akan minggu
prapaskah, pemaknaan teologis
Salomo kepada setiap proses pembangunan Bait Allah membuat kita memahami bahwa
penderitaan itu seringkali datang dari ketidak-mampuan kita mengikhlaskan orang
lain berjaya di atas ide ataupun kerja keras kita. Jika kita tidak ikhlas maka
kita akan segera merasa tersingkirkan dan terabaikan. Inilah yang seringkali
membuat banyak orang tua tidak siap menghadapi pembaruan/ kemajuan hidup yang
dikerjakan oleh generasi yang lebih muda. Daud mungkin bernasib lebih baik dari
kita karena Salomo masih menyebut namanya pada upacara penahbisan Bait Allah,
sedangkan kita, diingat orang pun tidak. Akan tetapi, ketika maksud baik kita
diwujudkan oleh generasi penerus, Salomo melihat hal ini sebagai bukti bahwa
pekerjaan Tuhan adalah sesuatu yang lintas generasi. Tuhan mau kita tahu bahwa keberhasilan dari
pekerjaan-Nya tidak tergantung pada kita tetapi pada penentuan atau pemilihan-Nya
semata.
No comments:
Post a Comment