ZEFANYA 3:9-15
KESEMPATAN BEROLEH PEMULIHAN DARI
ALLAH
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
15 Desember 2019
P E N D A H U L U A N
Kita sering mendengar istilah kesempatan
kedua. Istilah ini berhubungan dengan peristiwa kegagalan, kesalahan atau
langkah keliru yang terlanjur dilakukan pada masa lalu, kemudian memperoleh
kesempatan untuk memperbaikinya. Kesempatan
kedua, juga berbicara soal nilai kepercayaan yang sempat dinodai, namun
oleh mereka yang terluka akibat penhianatan itu memberikan kesempatan untuk
mempercayai kita lagi. Dengan kata lain, kesempatan
kedua adalah “anugerah” bagi mereka yang terlanjur gagal itu.
Inilah yang terjadi
dalam bacaan kita, ketika Yehuda (Israel Selatan) diberikan kesempatan untuk
memperbaiki hubungan atau relasi yang rusak antara mereka dan Allah akibat dari
kesalahan dan dosa mereka. Ya, kebobrokan dan kepongahan mereka yang terlanjur
itu, oleh TUHAN, Allah mereka diampuni dan diberikan kesempatan untuk beroleh
kasih karunia lagi.
EXEGESE TEKS (Uraian Perikop)
Kitab ini disebut
dengan nama kitab Zefanya. Berdasarkan kategori panjangnya kitab, maka
kitab Zefanya tergolong sebagai kitab nabi kecil. Siapakah Zefanya yang umumnya
diterima sebagai nabi itu? Alkitab minim informasi mengenai jati diri Zefanya.
Namanya berasal dari bahasa Ibrani צְפַנְיָה – (baca:
Tsefan’yah),
artinya "ia yang disembunyikan
oleh TUHAN". Istilah צְפַנְיָה ini berasal dari dua suku kata yakni צָפַן – (baca:
tsafan) yang artinya: menyembunyikan; dan dari kata יָהּ -, (baca: Yah) yang berarti
Yahwe. Sehingga dari
gabungan dua suku kata ini, nama Zefanya berarti: "ia yang
disembunyikan oleh TUHAN".
Nama ini menjadi menarik untuk dimaknai ketika dihubungkan dengan
asal-usul yang minim dikisahkan oleh Alkitab pada pasal 1:1. Disebutkan bahwa
Zefanya adalah anak dari Kusyi yang merupakan anak dari Gedalya yang adalah
anak dari Amarya. Amarya sendiri adalah anak dari Hizkia. Lalu massa pelayanan Zefanya adalah pada masa Raja Yosia.
Mengapa hal ini menjadi menarik jika dihubungkan dengan arti namanya? Sebab
jika Zefanya ada di zaman Yosia, yang merupakan raja yang takut Tuhan, mengapa
ia diberi nama yang berarti: disembunyikan TUHAN?
Perhatikanlah bahwa Zefanya adalah generasi ke-4 sesudah Hizkia. Nama Hizkia yang disebutkan ini sangat
mungkin adalah Raja Hizkia yang
takut Tuhan itu (2Raj.18:1-12). Itu berarti Zefanya berasal dari keraton atau
istana. Selanjutnya sesudah raja Hizkia dan sebelum raja Yosia (yang takut
Tuhan) ada dua raja yang sangat jahat, membenci Tuhan dan menyembah berhala.
Dua raja itu adalah Manasye dan Amon. Sangat mungkin di zaman itu
terjadi pembantaian terhadap keluarga yang setia pada Hizkia, termasuk pembantaian kepada Zefanya kecil, namun Tuhan menyembunyikan
dia atau melindungi dia dari kematian, sehingga oleh orangtua ia diberi
nama Zefanya = "ia yang
disembunyikan oleh TUHAN".
Selanjutnya, jika Zefanya memberitakan hukuman pada zaman Raja Yosia yang takut TUHAN, maka hal
ini menjadi aneh. Bukankah justru pada zaman Yosia-lah kitab Taurat ditemukan (2Raj.22:1-20) dan dengan itu melalui raja
Yosia, pembaharuan spiritual kembali digalakkan oleh Yosia (2Raj.23:1-30)? Hal
ini semakin aneh ketika kita menemukan dalam catatan Zefanya, bahwa bangsa ini
justru membuat banyak sekali dosa, yakni menyembah baal (1:4), menyembah
tentara-tentara langit yakni bulan matahari dan bintang2 (1:5), mereka taat
beriman danmenyembah Yahwe tetapi juga beribadah kepada dewa Milkom yakni
sesembahan bangsa Amon (1:5b), dan fatalnya berpuncak pada banyaknya umat
Yehuda yang beralih iman dan meninggalkan Allah (1:6).
Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa walaupun raja Yosia
terkategori penyembah Yahwe dan taat kepada TUHAN dengan segenap hati, maka
tidak demikian dengan warganya itu. Umat tidak menuruti titah raja dan tidak
meneladani ketaatan raja. Walaupun sudah diberi perintah untuk membaharui
kehidupan iman oleh rajanya, mereka tetap acuh
tak acuh dan tidak mengubris perintah dan teladan baik itu (2:1).
Maka tidak heran, jika kemudian memperingatkan mereka dan menyerukan
pertobatan sebelum mereka dihalau seperti sekam yang tertiup dan sebelum mereka ditimpa oleh
kemurkaan TUHAN (2:2). Apakah Yehuda berubah? Jawabannya tidak! Dalam pasal 3:1-8 kita menemukan bahwa akhirnya
Yehuda dihukum oleh TUHAN. Mengapa TUHAN tega menghukum mereka padahal ada
Yosia yang takut TUHAN. Yosia tidak mewakili umat. Umat israel tidak berubah.
Bahkan nada kesewa muncul dari mulut TUHAN: “Aku sangka: Tentulah ia sekarang
akan takut kepada-Ku… Tetapi sesungguhnya mereka semakin giat menjadikan busuk
perbuatan mereka” (3:7). Penghukuman dan penghancuran akhirnya
diberikan oleh Tuhan. Pada waktunya kemudian Yehuda dibuang ke Babel. Dan
kemudian Yerusalem dihancurkan.
Selanjutnya apa yang terjadi? Bacaan kita pada pasal 3:9-15 menjelaskan
suatu fase kesempatan kedua yang
diberikan oleh TUHAN Allah Israel. Apakah itu? Sesudah penghukuman akan ada
pembaharuan hubungan antara Allah dan Israel. Bagaimana prosesnya? Ada beberapa
pokok penting yang disampaikan perikop ini, yakni:
1. Pembaharuan itu datang atas inisiatif Allah
Perhatikan
pengalan-pengalan ayat yang menyebut dengan kata ganti orang pertama (AKU)
dalam perikop ini: Aku akan memberi
bibir lain, yakni bibir yang bersih (ay.9); Aku akan menyingkirkan orang yang congkak (ay.11); Aku biarkan
hidup umat yang rendah hati (ay.12). Menjadi penting untuk ditekankan
bahwa perubahan hidup tidak dimulai oleh Yehuda, tapi TUHAN yang merendahkan
diri untuk turun tangan dan kemudian memperbaiki yang rusak. Kesempatan
kedua ini murni atas inisiatif Allah dan Dia sendiri yang mengubah
keburukan.
Jika demikian, pesan
penting dari poin ini bagi Yehuda adalah, sesungguhnya secara keseluruhan tidak
ada perubahan hidup umat yang berdosa ini (kecuali faktor sisa di ayat 13),
sehingga TUHAN harus turun tangan merendah dan memperbaiki. Lihatlah bahwa
TUHAN tidak menyerah pada kepongahan dan kesombongan dosa mereka.
Harusnya mereka yang bertobat. Harusnya tugas TUHAN hanya soal memberi hukuman.
Namun kita menemukan kondisi terbalik, yakni umat tetap bikin dosa, lalu TUHAN
tidak anggap mereka sebagai “barang
yang menjijikkan” namun sesuatu yang berharga tetapi sudah
terlanjur rusak sehingga butuh diperbaiki. Perhatikanlah, diperbaiki,
loh!! Bukan dimusnahkan oleh TUHAN.
2. Pembaharuan itu diberikan melalui faktor sisa
Seperti diuraikan di atas, yang TUHAN Allah inginkan dari Yehuda adalah
pertobatal masal, yakni mereka sebagai suatu bangsa secara keseluruhan berbalik
kepada Allah dan kemudian meninggalkan prilaku hidup yang tidak benar itu. Namun
apakah terjadi perubahan pada diri umat? Jawabannya tidak. Itulah sebabnya
mereka mengalami pembuangan di Babel. Seluruh mereka dihukum oleh Tuhan. Hanya sebagian
kecil saja yang taat dan bertobat. Namun, penghukuman tetap terjadi dan mereka
di buang.
Menariknya bahwa setelah dihukum, ada sisa Israel (ay.13) yang
dipakai Tuhan untuk karya keselamatan. Perhatikanlah bahwa sisa Israel ini
adalah mereka yang juga dihukum
dan turut di buang. Dalam teks Ibrani kata sisa itu menggunakan istilah שְׁאֵרִית
(baca: she'eriyth). Istilah ini mengacu pada
barang yang telah dibuang namun ketika mengais kumpulan barang rosokan,
ditemukan sesuatu yang masih bisa digunakan walau sudah rusak. Jika berhubungan
dengan manusia, maka istilah
שְׁאֵרִית
(baca: she'eriyth) menunjuk pada sisa
dari orang-orang yang telah dihancurkan (2Raj.19:4)
Perhatikanlah bahwa yang dibaharui, yang
diperbaiki pada poin 1 di atas bukan saja barang rusak, tapi barang yang memang
tidak berguna lagi yang sudah dibuang atau yang telah dihancurkan. Apa maksudnya,
inisiatif TUHAN untuk membaharui dan memberikan kesempatan kedua bagi umat
bukan karena umat itu layak menerimanya, melainkan hal itu semata karena
kemurahan TUHAN yang mau memperbaiki yang rusak yakni si sisa Israel yang sebenarnya sudah ditolak Allah.
3. Duka menjadi Sukacita karena TUHAN
Pada akhirnya ketika kesempatan kedua itu diberikan, yakni melalui
upaya Allah untuk membaharui mereka dengan cara memberikan hati dan mulut yang
baru, ketaatan terjadi. Penghukuman kemudian tidak lagi menjadi milik mereka (ay.15)
sehingga airmata dan kesedihan berubah menjadi sukacita, sorak-sorai dan
tari-tarian.
Relevansi dan Aplikasi
1.
Hari ini kita memasuki Minggu Advent III. Biasanya minggu Advent I
disebut dengan minggu pengharapan (hope), Minggu Advent II
disebut dengan kasih (love). Sedangkan hari ini kita memasuki Minggu
Advent III yang biasa disebut dengan Minggu Sukacita (Joy). Pada minggu
ini kita diberikan kabar sukacita bahwa kesempatan kedua masih
diberikan. Bukan karena kita dipandang berharga. Sebab dosa dan kesalahan
membuat kita menjadi hina di hadapan Tuhan.
Kita telah rusak di mata Tuhan. Namun karena kasih karuniaNya kita
memperoleh pengharapan bahwa Allah berkenan untuk tidak membuang kita
melainkan dengan relah, Ia bersedia turun tangan untuk membereskan yang yang
kusut dan rusak itu untuk diperbaiki. Sehingga pada bagian akhir, kita mengalami
sukacita karena Allah bersedia “memungut” kita dan mengubah kita dari
barang “buangan” atau sampah yang tidak berguna menjadi berharga di mataNya.
2.
Perhatikanlah bahwa itu semua terjadi atas inisiatif Allah. Dia yang
merendah dan mengulur tangan untuk memungut dan memperbaiki kita yang rusak
sehingga menjadi berguna. Inilah yang disebut dengan sisa Israel. Bagaimana
prosesnya? Hal itu terjadi melalui kedatangan Mesias yakni Allah sendiri yang
memperbaiki dan mengubah mereka yang berdosa dengan cara ditebus dan
diselamatkannya.
MInggu Advent III berita yang disampaikan adalah berita sukacita. Dua minggu
Advent sebelumnya adalah berita penghukuman, kita Allah datang sebagai hakim
yang menghukum. Tetapi di Minggu Advent III yakni Minggu Sukacita, kita
diingatkan bahwa kitalah sisa Israel itu, yakni umat yang tidak berharga
namun bernilai ketika Ia berkenan mengubah hati kita mengenal kebenaranNya dan
menebus kita menjadi istimewa dibanding denga umat yang lain.
Perhatikanlah, bahwa Allah tidak akan pernah menyerah dengan dosa dan
kesalahan saudara. Itulah sebabnya Putra tunggalNya diutus ke dalam dunia. Maka
jika TUHAN saja tidak menyerah untuk kita, maka bagaimana mungkin kita dengan
mudah menyerah pada keinginan daging dan terus berbuat dosa. Engkau dan saya
berharga di mataNya. Makanya adalah suatu kebodohan jika demi kepuasan nafsu
dosa, kita jatuh lagi pada berbagai keinginan daging dan jerat dosa dan
akhirnya menjadi “buangan” atau “sampah” yang kotor lagi.
3.
Minggu Advent III ini, karena disebut dengan Minggu Sukacita, maka
seharusnya pula kita mengisi pekan-pekan ini dengan sukacita iman. Sebab minggu
advent bukan saja minggu persiapan menanti kedatangan Tuhan kembali (sebagai Hakim)
melainkan juga mengingat-rayakan kedatangan pertama yang disebut dengan Natal Kristus.