BAHAN KHOTBAH IBADAH HARI MINGGU
10 NOVEMBER 2019
PENDAHULUAN
Pada pasal awal kitab ini berkisah tentang suatu keluarga yang pindah
dari Betlehem-Yehuda ke daerah Moab, karena bencana kelaparan yang amat dasyat
terjadi di kampung halaman mereka itu. Nama Bethlehem dari bahasa Ibrani בֵּית לֶחֶם (Baca:
bayth leh'-khem) yang berarti “rumah roti”. Disebut demikian karena Betlehem terletak di daerah
yang paling subur di Israel, yakni di lembah sungai Yordan. Daerah ini adalah
tempat penghasil gandum terbesar yang menjadi bahan baku untuk membuat roti. Silakan
bayangkan, bahwa rumah roti
mengalami kelaparan? Rumah roti kehabisan roti? Bagaimana mungkin? Apa
sesungguhnya yang terjadi?
Terdapat beberapa hal
khusus yang menarik dari kisah keluarga Elimelekh ini pada bacaan kita yang
penting untuk diuraikan.
TAFSIRAN /
TELAAH PERIKOP
1. Mengenal Keluarga Elimelekh (ay.1-5)
Ketika pergi ke
Moab, Elimelekh (arti: Allah adalah
Raja) membawa Naomi (arti: orang
yang meyenangkan) istrinya, dan kedua anaknya laki-laki yang bernama Mahlon (arti: memiliki sifat lemah) dan
Kilyon (arti: Merindukan). Menurut ayat 1-5 anak-anak
Naomi menikahi perempuan Moab sebagai Istri mereka masing-masing. Mahlon
menikahi Opra; dan Kilyon menikahi Rut.
Bermaksud untuk mengubah
nasib, ternyata keadaan yang terjadi justru terbalik. Seluruh laki-laki dalam
keluarga itu akhirnya meninggal di tanah rantau (ay.3,5). Bencana kelaparan di Betlehem, sangat mungkin
terjadi karena hukuman Tuhan. Karena kisah ini terjadi di zaman hakim-hakim,
dan jika merujuk Hakim-Hakim 6:1, kita dapat menyimpulkan bahwa dosa umat
membuat hukuman kelaparan terjadi di sana. Kisah Elimelekh yang pergi menuju
Moab adalah kisah “lari dari hukuman” dan “membelakangi” TUHAN, Allah Israel.
Demi menghindari hukuman bencana kelaparan, mereka mencari kehidupan di negeri
penyembah berhala dan bahkan mengawinkan anak-anak mereka dengan “orang asing”.
Tindakan inipun melanggar Taurat.
2. Kembali Ke Betlehem (ay.6-13)
Disebutkan tadi bahwa ketika
suami masing-masing mereka meninggal, maka mereka memutuskan untuk meninggalkan
Moab dan mengikuti Naomi ibu mertua mereka (ay.6-7). Selanjutnya ayat 8-13
menceritakan tentang berbagai adu argumentasi dilakukan antara mertua dengan
kedua menantu perempuannya. Mereka berdua, Orpa dan Rut, bersikeras untuk tidak
akan meninggalkan Naomi mengalami kepahitan hidup seorang diri. Mereka ingin
menemani, mereka ingin saling berbagi. Namun bagi Naomi yang lebih dahulu
mengalami asam-garam hidup ini justru berpandangan beda dgn mereka. Bagi Naomi
mereka berdua masih muda dan masa depannya masih ada. Adalah lebih tepat jika
mereka kembali ke orang tua masing-masing
untuk memulai hidup baru dan jika mungkin, mereka dapat menikah lagi.
Penjelasan yang sangat detail
dilakukan Naomi agar mereka mengerti. Naomi tidak bermaksud menolak pendampingan
mereka, tapi Naomi juga menginginkan mereka bermasa depan. Akhirnya hati Orpa
lulu dan mengalah iapun berpisah dengan mertuanya dalam suasana sedih dan haru
(ay 13). Bisa dibayangkan kasih dan kesetiaan menantu itu bagi mertuanya; kasih
Orpa untuk Naomi yang tiada duanya.
3. Rut Yang Tetap Pada Pendiriannya (ay.14-18
Bagaimana dengan Rut. Bacaan
kita menguraikan tentang bagaimana Rut bertahan pada prinsipnya. Rut terkesan
menjadi menantu yang keras kepala. Naomi pada ayat 15 meminta Rut untuk
mengikuti Orpa yang mengalah dan kemudian kembali ke ibu kandungnya. Demi
ketaatan kepada mertua Opra kembali ke bangsanya dan kepada allahnya. Apakah
benar Rut memang keras kepala dan tidak mau mengalah? Mari perhatikan ayat
16-17 bacaan kita. Dari ayat-ayat itu menemukan alasan yang kuat mengapa Rut
bertahan pada Prinsipnya, yaitu:
- Naomi saat itu sedang mengalami kepahitan hidup.
Itulah sebabnya ia menyebut namanya bukan lagi Naomi pada ayat 19 namun
menyebut dirinya dengan nama MARA. Dalam bahasa Ibrani “mara” berarti
pahit, artinya hidup Naomi pahit adanya. Ia penuh dengan pergumulan karena
ditinggal mati oleh suami sebagai tulang punggung dan anak2 lelakinya
sebagai penggati suaminya pun meninggal dunia. Cukuplah lengkap
penderitaannya, dan sebagai manusia biasa Naomi tidak mungkin menjalani
sendiri semua itu.
- Kondisi ini amat jelas
diketahui oleh Rut menantunya. Sebagai seorang anak, Rut amat mengasihi
Naomi mertuanya itu. Ia ingin berbagi beban dan penderitaan yang dialami
Naomi. Ia tidak tega meninggalkan Naomi menjalani sendirin kepahitan
hidupnya. Itulah sebabnya Naomi berkata dengan tegas pada ayat 16: “ke
manapun engkau pergi; di manapun engkau bermalam di situ pula aku berada”.
Prinsip ini menunjukkan bahwa kesetiaan dan kasih Rut terhadap Naomi tidaklah
tertandingi melebihi sayangnya pada dirinya sendiri. Ia tidak ingin
berpisah dari mertuanya demi menopang dan mendampingi Naomi.
- Prinsip hidup yang begitu
kuat ditampilkan Rut soal besar kadar keinginannya untuk “menyatu” dengan
ibu mertuanya. Hal ini juga terlihat pada ayat 16 bagian akhir. Menurutnya
bangsa Naomi adalah bangsanya juga. Itu berarti demi kasihnya kepada ibu
dari suaminya ini, Rut bersedia kehilangan identitas dan meninggalkan
identitas lama sebagai orang Moab dan selanjutnya mengambil identitas baru
sebagai orang Yahudi sebagaimana identitas mertuanya. Bukankah itu suatu
hal yang jarang dilakukan orang? Rut belum tahu keadaan orang-orang
Yahudi; Rut tidak tahu apakah ia diterima di komunitas orang2 Israel itu.
Namun resiko itu bersedia ia ambil demi mendampingi hidup mertuanya.
- Selanjutnya puncak
argument Rut yang tidak dapat dibantah lagi oleh Naomi adalah ketika ia
menyampaikan dua hal penting diakhir ayat 16 dan ay.17. Pertama: Agama dan Allah Naomi
akan menjadi Allahnya juga; Kedua: atas
dasar iman yang baru itu, ia bersedia dihukum TUHAN nya Naomi (yang
sekarang adalah TUHANnya ia juga) apabila ia meninggalkan ibu mertuanya
itu, kecuali karena Maut.
- Rut bersedia berpindah
keyakinan. Suatu hal yang sangat prinsipil dan asasi sekali dari setiap
pribadi. Namun, itu ia sedia lakukan. Mengapa? Pastilah tidak mudah bagi
Rut untuk berpindah keyakinan selain ada suatu sebab yang kuat. Karena itu
apa sebab yang kuat itu? Jawaban utamanya Cuma satu yaitu karena Naomi.
Sikap hidup Naomi selama ia tinggal di Moab, cara ia bersikap sebagai
mertua untuk menantu dan ketegaran imannya untuk bertahan di tengah duka
dan kepahitan hidup, walau seakan menurutnya TUHAN seakan meninggalkannya
(ay.20-21) serta hal2 lainnya ternyata menjadi kesaksian kuat untuk Rut
menerima agama dan Iman yang baru yakni menyembah Allah-nya Naomi.
Bukankah itu suatu hal yang luar biasa?
APLIKASI DAN
RELEVANSI
1.
Hari ini kita belajar tentang pengalaman hidup seorang janda bernama
Naomi. Ketika di Israel mengalami kelaparan, maka ia dan keluarganya mencari
kehidupan di negeri asing bernama Moab. Namun malang tak dapat dihindari. Suami
dan anak-anaknya meninggal. Ia tidak dapat menjalani hidup lagi di negeri orang
tersebut. Kepahitan ia alami dan rasanya tak terhiburkan lagi. Namun, Naomi
tidak sendiri menjalani kondisi itu. Orpa dan Rut berkomitmen mendampingi,
walau pada akhirnya Orpa meninggalkannya, bukan karena tidak setia namun demi
ketaatan pada ibu mertuanya itu.
Hal pertama dari Firman Tuhan
ini mau berbicara tentang pentingnya menghadapi hidup ini tidak sendiri. Kita
diajarkan bahwa sebagai manusia kita membutuhkan orang lain. Kita tidak dapat
menghadapi tantangan dan pergumulan seorang diri saja. Pada ayat 18, syukurnya
Naomi menyadari hal ini dan berhenti memninta Rut pergi. Jika baca kisah
selanjutnya, kita dapat melihat peran Rut dalam menghidupkan perekonomian dan
kebutuhan pokok Naomi. Bayangkan jika Rut tetap di suruh pergi. Pasti akan lain
ceritanya.
Demikian juga kita! Jangan
pernah menutup diri dengan pergumulan dan persoalan sendiri. Kita butuh orang
lain untuk membantu dan menopang. Jangan pernah untuk menanggung beban sendiri,
berbagilah beban dengan orang lain, sebab topangan dua orang lebih kuat dari
seoranhg diri saja.
2.
Selain kita diajak untuk terbuka seperti Naomi, kita juga oleh Firman
Tuhan bersedia untuk menjadi RUT. Ada banyak Naomi modern saat ini yang sedang
berbeban sendiri. Saatnya bagi kita untuk menjadi Rut yang memiliki prinsip
mulia. Rut tidak menyerah utuk menjalankan ide mulia itu. Penolakan Naomi tidak
menyurutkannya, ia memahami bahwa Naomi sedang gundah dan wajar jika
menolaknya.
Akhirnya prinsip kokoh Rut
menjadi berkat buat Naomi, tapi juga menjadi berkat buat Rut sendiri. Akhir
kitab ini mengisahkan tentang happy ending yang mengharukan bagi masa depan Rut
di negeri dan bangsa yang baru, di sayap perlindungan imannya yang baru.
No comments:
Post a Comment