MALEAKHI
3:1-5
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
01 DESEMBER 2019
P E N D A H U L U A N
Kita pasti sering mendengar
istilah playing victim atau berperan sebagai korban. Playing victim
ini adalah mereka yang menempatkan diri sebagai korban dengan harapan mendapatkan
simpati dan rasa belaskasihan orang lain, padahal mereka sesungguhnya yang
bersalah. Dengan berperan sebagai korban, maka mereka berharap dapat lari dari
tanggung-jawab atas berpuatan salah yang telah diperbuatnya.
Inilah yang terjadi dalam kitab
Maleakhi, ketika Israel melakukan playing victim ketika berhadapan dengan
Tuhan. Pada 1:2 kita menemukan salah satu contohnya. Mereka yang berbuat dosa
dan salah, tetapi mereka pula yang mempertanyakan kasih dan setia Tuhan. Contoh
yang lain misalnya kita temukan pada 2:13, mereka menangis dengan airmata palsu
di mezbah persembahan korban sambil mempertanyakan mengapa Tuhan menolak
persembahan mereka, padahal persembahan mereka sesungguhnya cemar di mata Tuhan
(1:6-14)
EXEGESE
TEKS (Uraian Perikop)
Kitab
Maleakhi ini mengisahkan tentang kondisi riil yang terjadi di Israel pada masa
ketika Israel telah kembali dari pembuangan, yakni sekitar tahun 516 sM.
Gambaran kondisi mereka dari seluruh kitab Maleakhi ini kira-kira sebagai
berikut:
1.
Bait Allah telah dibangun
kembali walau tidak semegah dengan bangunan asli yang dulu dihancurkan oleh
Babel.
2.
Tahun-tahun berlalu orang
Yahudi (suku Yehuda yang kembali dari pembuangan ini) menjadi kecewa karena
beberapa alasan:
a.
Kemakmuran yang dijanjikan
tidak kunjung datang
b.
Penghidupan mereka semakin
sulit.
c.
Musuh-musuh Israel selalu
menghalangi upaya untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
d.
Mereka menderita karena
kemarau berkepanjangan dan panen yang gagal sehingga bencana kelaparan terjadi
(3:11).
Dari
kondisi ini, siapakah yang mereka salahkan? Mereka menyalahkan Tuhan (1:2,
2:13). Bahkan dengan polos dan pura-pura tidak tahu dampak dari perbuatan dosa
mereka, dengan pongah Israel berkata: “Setiap orang yang berbuat jahat adalah
baik di mata TUHAN…”. Betapa bodohnya Israel dengan tanpa malu berberan sebagai
korban dari kebengisan Allah.
A. Sebenarnya
apa yang dilakukan Israel?
Apabila kita memperhatikan isi kitab Maleakhi ini, maka kita menemukan
berbagai kesalahan fatal dan menjijikkan di lakukan oleh Israel di hadapan
Allah. Dan sayangnya, semua dilakukan dengan sadar untuk melanggar kehendak dan
perintah Allah. Beberapa pelanggaran itu adalah:
1.
Mencemarkan korban
persembahan (1:6-14)
2.
Iman mengajarkan
kesesatan dan tidak setia (2:1-9)
3.
Terjadi perkawinan
campur dan perceraian (2:10-16)
4.
Mengabaikan
kewajiban persepuluhan (3:6-12)
Dari semua daftar kesalahan itu, umat Israel bukan sadar diri melainkan
mempertanyakan keadilan Allah dan membela diri seakan tidak bersalah. Bahkan
dengan lantang berani meyakini bahwa berbuat
jahat tetap dianggap baik oleh Allah (2:17b). Israel (Yehuda) menjadi
demikian begitu bebal, bagaikan karat pada logam yang sulit dibersihkan lagi.
Tidak heran jika penghukuma mereka alami. Tuhan mengubah berkat menjadi kutuk
(3:9). Menariknya, mereka justru berbalik “menyerang” kebenaran Allah dengan
cara berperan sebagai korban, dan
dengan tanpa malu menyebut bahka kami sudah beribadah malah kami dikutuk. Jika
demikian maka sia-sia saja beribadah kepada Allah (3:14). Perhatikanlah Israel
bertindak sangat kurang ajar di
hadapan Allah terutama mengenai cara mereka berbicara kepadaNya (3:13). Israel
sungguh bebal.
B.
Apakah reaksi TUHAN
(3:1-5)
Perikop bacaan kita berisikan tentang reaksi TUHAN Allah Israel terhadap
segala perbuatan salah yang mereka lakukan. Ketika kesalahan demi kesalahan
mereka lakukan, mereka dengan sadar menantang Allah dan mempertanyakan kuasaNya
dengan pertanyaan: “di manakah Allah
yang menghukum?” Atas pertanyaan itu kemudian, TUHAN menjawab melalui
Maleakhi:
1.
TUHAN akan datang
dengan mendadak (ay.1-2a)
Ketika para pendosa
ini bertanya tentang mana hukuman yang kami terima jika memang kami bersalah,
maka TUHAN menjawab tantangan itu dengan tiba-tiba hadir untuk menyatakan
kuasaNya. Kehadiran yang tiba-tiba
itu bukan berarti tanpa proses. Istilah mendadak bukan dipahami sebagai suasana
yang “sekonyong-konyong”, melainkan lebih pada reaksi cepat Tuhan untuk
menjawab tantangan sombong umatNya. Mendadak menjawab, tetapi tetap melalui
suatu proses.
Apakah prosesnya itu? Menurut ayat 1, TUHAN
menyuruh utusanNya untuk menyiapkan jalan bagi kehadiranNya. Menarik sekali
jika kita mengkaji istilah “utusanNya” ini.
Istilah ini diambil dari kata: מַלְאָךְ (baca: mal'ak) yang berarti suruhan
atau pesuruh. Istilah ini kemudian
menerjemahkan kata Malaikat. Menariknya,
jika istilah ini diberi akhiran i
maka memberi arti kepemilikan, yakni : מַלְאָכִי (mal'akhi) yang berarti utusanku atau malaikatku. Istilah inilah yang kemudian dipakai menjadi nama kitab
ini yakni kitab Maleakhi (utusanku – malaikatku).
Israel menantang Tuhan. Maka
reaksi Tuhan adalah hadir dengan segera (mendadak) untuk menjawab tantangan
itu. Sudah pasti hal itu akan sangat mengejutkan bagi mereka. Sebab tidak ada
satupun mahkluk hidup yang dapat tahan berdiri di hadapan Allah yang maha hadir
itu ketika Ia datang (ay.2)
2.
TUHAN hadir pemurni
logan atau perak (ay.2b-3)
Bagian ini menjadi
penting sekali ketika dihubungkan dengan perbuatan Yehuda di hadapan Allah.
Tugas dari pemurni logam atau perak adalah membersihkan berbagai kotoran yang melekat
pada logan atau perak. Kotoran dimaksud bukan saja melekat tetapu telah
bercampur dengan logam atau perak. Maka ketika logam atau perak ini dimurnikan
dari kotoran, cara satu-satunya dilakukan melalui proses pembakaran dengan suhu
yang sangat tinggi.
Mmurnikan logam
atau perak, dimaksudkan untuk memperoleh kadar logam sesuai dengan mutu yang
baik. Maka ketika Allah hadir sebagai pemurni logam: emas atau perak, ini
memberi kesan kuat bahwa Yehuda harus dibersihkan dari segala bentuk kenajisan
dan dosa. Membentuk prilakku dan hidup kerohanianaan mereka diubah menjadi baru
yakni sebagai umat yang taat dan sebagai yang
membersembahkan korban yang benar (ay.3b). Orang yang mempersembahkan
korban yang benar adalah mereka yang telah dikuduskan dan dibaharui olehNya.
Mereka yang telah mengenal dengan sungguh bagaimana melakoni hidup sebagai umat
yang berkenan kepadaNya
3.
TUHAN hadir sebagai
Hakim (ay.5)
Perhatikan bunyi
ayat 5 bacaan kita. Bahwa sebagai Hakim, TUHAN datang tidak untuk memperbaiki
yang rusak sebagaimana poin 2 di atas, melainkan datang sebagai pemberi
hukuman. Segala bentuk pendosa yakni: tukang sihir, pezinah, penindas dll tidak
diberi ampun. Semua mendapat hukuman yang setimpal.
Dengan kata lain,
kehadiran Allah sebagai Hakim tidak sama dengan kehadiranNya sebagai pemurni
logam. Sebab jika Ia hadir sebagai pemurni logam, tujuan utama adalah
memperbaiki dan mengobah hidup umat yang berdosa yakni Yehuda ini. Tetapi
kehadiran sebagai Hakim adalah kehadiran Allah yang mengancungkan Tangan untuk
memberikan penghukuman tanpa ampun bagi mereka yang tidak bertobat dan atau
tidak bersedia untuk dimurnikan/dipulihkan.
APLIKASI
DAN RELEFANSI
Hari ini kita memasuki masa
raya adventus. Minggu-minggu advent adalah masa-masa penantian bagi kedatangan
TUHAN yakni kedatangan kembali sebagai raja yang berdaulat dan menghakimi.
Kedatangan ini sangat dinanti oleh semua orang percaya untuk menerima janji
kelegaan yakni dijemput sebagai mempelai perempuan menuju kerajaanNya. Itulah
sebabnya simbol minggu advent adalah jangkar sebagai makna pengharapan yakni penantian pada kedatanganNya. Hal penting untuk
direnungkan pada bacaan kita adalah:
1.
Saat ini adalah masa-masa kesempatan untuk mengalami pemurnian, yakni
ketika Tuhan telah hadir dan datang dalam diri Yesus kristus yang menebus dunia
melalui peristiwa natal Kristus yang diawali oleh kehadiran utusanNya yakni
Yohanes Pembabtis. Hingga saat ini proses pemurnian menuju pada pengudusan
masih berlaku bagi setiap kita dan dunia.
Itulah
sebabnya di masa-masa adventus ini kita perlu merenungkan apakah kita telah
benar-benar menjalani hidup sebagai pribadi yang telah dimurnikan melaui
kelahiran, kematian dan kebangkitan Kristus. Memberi diri untuk diubahkan dan
bersedia berubah adalah tanda bahwa kita bersedia untuk dimurnikan lagi. Hal
ini ditandai dengan pertobatan kepada Allah. Tanpa pertobatan, tidak ada
pengudusan untuk disebut sebagai yang telah dimurnikan.
2.
Selagi ada kesempatan, sebelum Ia datang sebagai Hakim, yakni kedatangan
kembali untuk menghukum dan membinasakan mereka yang tidak bertobat, maka
penting untuk mengambil sikap kembali kepada Allah. Jika masih ada waktu,
jangan bebal seperti Israel. Berubahlah! Hiduplah dalam kekudusan dan alamami
pembaharuan hidup supaya hukuman bukan menjadi bagian kita. Selagi masih ada
waktu, TUHAN belum datang untuk menghakimi, kiranya dosa tidak menjadi hobby
dan gaya hidup kita. Amin.
No comments:
Post a Comment