MENYAMBUT KEHADIRAN
TUHAN
Bahan Bacaan Alkitab Ibadah Rumah Tangga
Rabu, 23 Januari 2019
PENGANTAR
Mari bayangkan hal ini: Apa yang dirasakan oleh
seorang prajurit ketika ia dipercayakan untuk menjaga dan mengawal tanda-tanda
kebesaran negara, misalnya bendera pusaka, naskah proklamasi dsb. Tentunya
sangat bangga dan bertekad untuk melakukan dengan baik.
Demikian yang dialami oleh Daud. Bahwa TUHAN
Allah Israel berperang bersamanya, sehingga ia kemudian berhasil mengalahkan
orang Filistin, lalu kemudian memindahkan Tabut Perjanjian ke Yerusalem. Segala
persiapan dibuat, kereta baru disiapkan dan kekudusan Tabut itu dijaga agar
tidak disentuh sembarang orang. Suatu kebanggaan tersendiri bagi Daud (baca
kisah ini di 2Sam 6). Tidak heran jika ia menggubah suatu mazmur yang
diciptakannya untuk nyanyian sorak-sorai bagi TUHAN Allah Israel.
TELAAH PERIKOP
Jika saudara membaca Mazmur
ini, maka harus membayangkan bahwa Tabut Perjanjian itu sedang diangku menuju
Yerusalem dan puji-pujian itu dinyayikan oleh sekalian orang yakni lagu yang
diciptakan khusus oleh Raja Daud. Bicara tentang Tabut Perjanjian, berarti
berbicara tentang kehadiran Allah. Sebab tabut itu adalah simbol kehadiran
Allah. Melihat Tabut itu berarti menyaksikan kehadiran Allah. Sesuatu yang
menggetarkan secara spiritual tetapi juga beban khusus secara psikologi. Semua
kondisi itu bercampur aduk lewat mazmur pujian ini.
Perhatikanlah isi Mazmur ini!
Ia mendefinisikan siapa TUHAN Allah Israel yang sedang ia “hantar” (disimbolkan
melalui Tabut) memasuki Yerusalem. Sambil Tabut itu diangkat, Mazmur ini
didaraskan:
-
TUHAN itu adalah pemilik langit dan bumi dan segala
isinya (ay.1), sebab Dia yang menciptakan semuanya (ay.2).
-
Kekudusannya hanya dapat didekati oleh orang-orang
yang menanyakan dan mencari Dia (ay.6), yakni mereka yang bersih tangannya,
murni hatinya (suci hati dan tidak terkotori oleh keinginan dosa, yang lurus
jalannya tanpa tipu muslihat dan tidak berdusta (ay.4).
Selanjutnya, dalam Mazmur ini
disisipkan suatu pengajaran tentang janji Allah. Bahwa mereka yang memenuhi
kriteri layak mendekati kekudusan-Nya itu akan menerima berkat dan keselamatan
dari Dia (ay.5).
Setelah menjelaskan siapa
TUHAN, Allah Israel itu yang akan datang ke kota kudus Yerusalem, dan
menguraikan tentang siapakah yang layak untuk menyambutnya, maka selanjutnya
pemazmur melalui nyanyian pujian itu menghimbau agar umat menyambut
kejadiranNya sekaligus memberikan gambaran bagaimana menyambut kehadiran Tuhan
itu.
Siapakah yang akan datang itu?
TUHAN, Allah Israel. Siapakah Dia? Dia adalah Raja Kemuliaan. Demikian pemazmur
menyebut tentang Allah. Bahwa Allah harus dipandangkan sebagai Raja. Raja pasti
mulia, tetapi jika disebut bahwa raja ini adalah Raja Kemuliaan, maka itu
bermakna Raja di atas segala raja. Bagaimanakah menyambut Raja Kemuliaan itu?
Pemazmur memberikan dua cara secara berurutan yang diulang pada ayat 7 dan 9.
Cara menyambut-Nya adalah dengan “Angkatlah
kepala” dan “Terangkatlah pintu yang
berabad-abad”. Apa maksud kalimat-kalimat itu?
1.
Angkatlah kepala
Yerusalem sebelum
menjadi ibukota kerajaan Israel, wilayah ini juga dikuasai Filistin. Umat
Israel menjadi “bulan-bulanan” Filistin pada masa itu. Bagaikan orang yang
kalah, demikian kepala tertunduk penuh dengan kepedihan. Namun, ketika Raja di
atas segala raja datang, yakni Raja Kemuliaan, maka mereka yang menyerah,
tertunduk dalam kekalahan dan terpuruk pada kondisi yang tidak menggenakkan,
diminta berhenti berkabung, melainkan mengangkat kepala tanda menang ketika
Raja Kemuliaan itu datang.
Hal ini bermakna,
menyambut kehadiran Raja Kemuliaan, harusnya dilakukan dengan girang, tanpa
ragu namun dengan optimisme tinggi sebagaimana simbol kepala ditegakkan.
Sukacita kemenangan harusnya menjadi warna khusus cara menyambut kemuliaan Sang
Raja di atas segala raja itu. Tidak ada lagi kepedihan, yang ada adalah
kepastian dalam kemenangan. Mengapa? Sebab yang datang ini adalah Pribadi yang
jaya perkasa, yakniA TUHAN yang berkasa dalam peperangan (ay.8).
2.
Terangkatlah pintu
Pintu apakah itu?
Tiap orang atau rombongan yang akan memasuki kota, wajib berhenti sejenak untuk
menunggu pintu gerbang kota terbuka sebagai tanda bahwa rombongan ini diterima.
Menariknya, pemazmur mengunakan kalimat seru sebagai tanda perintah agar mereka
segera masuk. Dan bunyi perintah itu bukan: “terbukalah pintu” melainkan ia menyebut kalimat: “terangkatlah pintu-pintu”. Memerintahkan
pintu-pintu yang sudah ada berabad-abad di situ untuk terangkat dan bukan
terbuka menunjuk pada makna: “hilangkan pintunya, tidak usah memakai pintu
lagi”.
Apa maknanya? Bahwa
selebar apapun pintu itu dibuka, ia tidak sanggup terbuka lebih lebar lagi
menyambut kemuliaan Raja Kemuliaan yang Mahabesar itu. Pintu-pintu itu tidak
sanggup menandingi besarnya kemuliaan TUHAN, Allah Israel yang Mahamulia.
Pintu-pintu yang dibangun oleh tangan manusia itu tidak cukup layak untuk “menyambut dan mempersilakan masuk” TUHAN,
Allah yang MahaAgung itu.
RELEVANSI DAN APLIKASI
Pokok-pokok pikiran yang dapat menjadi bahan
relevansi Firman ini bagi kehidupan umat percaya adalah:
1. Daud memulai Mazmur ini dengan
memperkenalkan siapa TUHAN Allah Israel. Perhatikanlah bahwa yang menang perang
itu adalah Raja Daud. Maka sejogia-nya yang dielukkan ketika memasuki kota
adalah Raaj yang menang perang. Tetapi itu tidak dilakukan Daud. Nama prbadinya
tidak ia sebutkan samasekali. Sebaliknya ia hanya menyebut nama TUHAN Allah
Israel dan memberi pengakuan bahwa yan raja itu bukan Daud tetapi Allah yakni
Raja di atas segala raja.
Seharusnya menjadi penting bagi kita
untuk tidak ‘salfok” (salah fokus),
yakni apapun alasannya, TUHAN harus tetap menjadi fokus pujian dan pemuliaan.
Jangan sedikitpun mengambil “hak” Tuhan ini. Dialah yang layak ditingikan dan
diagungkan, dan bukan kita.
2. Menyambut kehadiran Tuhan dalam
hidup ini haruslah melalui pengakuan bahwa Dialah Raja kemuliaan, Raja di atas
segala raja. Sehingga tahta hati kita sekalipun, singgasananya adalah milik
Tuhan. Dialah yang harus bertahta di hati kita dan buka diri dan ego kita.
Di sisi lain, menyambut Tuhan itu
harusnya dengan kegirangan. Siapapun yang sedang alami “kekalahan”, harusnya
dengan kehadiran Sang Perkasa dalam peperangan, kondisinya menjadi berubah
yakni bermental sebagai orang yang menang. Jika Allah hadir, sambutlah dengan
kemenangan, angkatlah kepala sebagai tanda siap mengalami kehadiranNya.
3. Tidak ada yang layak menandingi
kemuliaanNya. Gerbang berabad-abad adalah simbol telah banyak pengalaman,
acapkali berguna dan diperlukan, kekadirannya dibutuhkan dll. Kehebatan gerbang
penyambut megah penyambut tamu ini dipadang tidak layak menyambut kehadiran
yang Mahamulia.
No comments:
Post a Comment