Saturday, September 1, 2018

HABAKUK 1:1-4 KETIKA HUKUM DAN KEADILAN MENJADI MANDUL


HABAKUK 1:1-4
KETIKA HUKUM DAN KEADILAN MENJADI MANDUL
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
O2 September 2018

PENGANTAR
Penulis kitab ini adalah nabi Habakuk. Nama Habakuk berasal dari bahasa Ibrani: חֲבַקּוּק, (Havakuk) yang berarti “Rangkulan”. Tidak ada data yang cukup tentang siapa nabi Habakuk. Tetapi dari catatan kitab ini, dapat dipastikan bahwa Habakuk berkarya khususnya pada Israel Selatan yakni Yehuda di jaman pemerintahan raja Yoyakim. Pasal 1:6 dapat menjadi rujukan waktu peristiwa yang terjadi dalam kitab ini. Orang Kasdim dalam ayat 6 dimaksud merupakan suku bangsa Babel Selatan yang dipakai Tuhan untuk menyerang Yehuda (1:6). Dalam suatu penelitian, diperkirakan bahwa peristiwa itu terjadi sekitar tahun 606-605 sM, yakni di masa awal pemerintahan raja Yoyakim (lihat penjelasan SGD).

Kondisi yang terjadi di masa pemerintahan Yoyakim sangat memprihatinkan. Raja ini adalah salah satu dari sekian banyak Raja Yehuda yang tidak takut Tuhan. Kehidupan para pembesar kerajaan, pejabat negeri yang mempraktekkan ketidakadilan dan berbagai bentuk penindasan kepada kaum lemah. Kehidupan masyarakat jauh dari kata baik, sebab kebobrokan pemimpin negeri yang lebih mengejar keuntungan pribadi dan kekuasaan.   

PENJELASAN TEKS
Jika memperhatikan keseluruhan pasal 1:1-17, kita menemukan pembagian yang menarik pada pasal ini. Pasal 1:1-4 berisi tentang aduan Habakuk dan keluh kesahnya tentang kondisi real yang terjadi dan terkesan Tuhan membiarkan; Pasl 1:5-11 berisi tentang jawaban Tuhan tentang keluh kesah Habakuk dan bagaimana rencana Tuhan dibukakan di hadapan nabi itu. Bahwa Tuhan akan mengutus bangsa Babel untuk memberi “pelajaran” kepada Yehuda;  Pasal 1:12-17 adalah reaksi Habakuk ketika bangsa Kasdim meluluh lantakkan Yehuda. Ia bertanya mengapa justru Tuhan memakai bangsa kafir (orang fasik) untuk menghukum umat pilihannya?

Bacaan kita hanya fokus pada ayat 1-4 untuk menjadi bahan perenungan pada ibadah minggu nanti. Mari perhatikan beberapa pokok yang ada dalam 4 ayat perikop ini:

1.      Seruan kepedihan mewakili umat? (ay.1,2)
Jika membaca berulang teks ini, maka kita akan dapat mengerti bahwa Habakuk tidak sedang berbicara untuk dirinya sendiri, ia mewakili suara umat yang tertindas dan teraniaya dan menyampaikan permohonan minta tolong kepada Allah sumber segala kelegaan dan kelepasan. Perhatikanlah dan hayatilah bunyi teks ayat 2 bacaan ini. Kesan yang kuat adalah Habakuk mewakili umat sedang dalam posisi putus asa. Mereka mengalami kebuntuan menemukan jalan keluar. Bahkan, kondisi ini memicu pada suatu kegoyahan iman untuk mempertanyakan Tuhan.

Ketidakadilan dan penindasan yang semakin merajalela, tak sedikitpun berkurang penderitaan membuat umat yang diwakili Habakuk bertanya: “berapa lama lagi, Tuhan...”. Perhatikanlah bahwa pertanyaan berapa lama lagi ini bukan dimaksud soal berapa lama kondisi ini tetap ada, melainkan ditujukan pada kondisi “Tuhan tidak mendengar” dan “Tuhan tidak menolong”. Pertanyaan ini tidak bermaksud menghakimi Tuhan, dan atau menjadikan Tuhan sebagai “kambing hitam” dari tiap derita mereka, tetapi justru menjadikan Tuhan sebagai sumber jawaban. Bahwa kemelut dan soal hidup yang dialami saat ini hanya Tuhan yang mampu selesaikan, sehingga kepada Tuhanlah permohonan minta tolong itu disampaikan. Kenyataannya, Tuhan masih belum menjawab seruan mereka.

2.      Alasan keadilan muncul terbalik (ay. 3,4)



Jika pertanyaan pertama Habakuk fokus pada berapa lama harus menunggu jawaban Tuhan, maka pertanyaan kedua di ayat 3 bacaan kita ini fokus pada berikan alasan mengapa hal itu terjadi. Yah... dalam kerapuhan, kepedihan dan keletihan menanti pertolongan Tuhan, Habakuk tiba pada pertanyaan yang umum yang diapaki oleh semua orang ketika buntu menghadapi jalan keluar atau tak siap menerima kenyataan, yakni pertanyaan: MENGAPA.

Pertanyaan mengapa adalah pertanyaan ingin tahu tentang alasan dan sebab. Jika ini ditujukan kepada Tuhan maka pertanyaan mengapa adalah upaya ingin tahu dan mendesak Allah untuk memberikan jawaban alasan dari kondisi ini terjadi. Tetapi tahukan saudara, bahwa pertanyaan mengapa tidak pernah dijawab oleh TUHAN? Seruan “eli-eli lama sabakhtani” oleh PuteraNya sendiri sekalipun, Sorga tetap berdiam diri. Allah tidak memiliki kewajiban untuk menjawab pertanyaan mengapa dari umatNya, sekaligus seakan menekankan bahwa bukan kewajiban Allah untuk membeberkan alasan-alasan dari tindakanNya. Justru kewajiban ciptaanNya untuk menjalani setiap rencanaNya yang tidak terselami itu.

Selanjutnya, Habakuk sampai pada kesempulannya sendiri ketika Tuhan “berdiam” pada pertanyaannya itu. Mengapa hukum kehilanagn kekuatan dan tidak muncul keadilan? Mengapa keadilan muncul terbalik? Jawaban jitu dari Habakuk adalah: “Karena orang fasik mengepung orang benar” (ay.4). Jawaban ini menarik untuk ditelusuri. Jika orang fasik mengepung orang benar, itu berarti jumlah orang fasik jauh lebih banyak dari orang benar. Jika orang fasik lebih banyak, maka kumpulan merekalh yang menguasi sebagian besar sistem pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat. Premis ini tidak terbantahkan. Maka jika keadilan muncul terbalik, penyebabnya adalah sistem peradilan telah dikuasi oleh orang fasik. Menyedihkan bukan?


APLIKASI DAN RELEVANSI
1.    Tidaklah berlebihan jika kondisi di Yehuda yang kita baca pada perikop ini juga merupakan potret wajah kehidupan negeri ini pada beberapa sisi? Kisah Meliana yang divonis 18 bulan (1,6 tahun) penjara hanya karena keluhkan volume adzan adalah salah satu contohnya. Keluhan Meliana ini mendapat reaksi dari masyarakat Tanjung Balai dengan membakar 14 Vihara umat Buddha. Apakah hukuman yang diterima oleh 8 orang terdakwa pembakaran rumah ibadah itu? Rata-rata tidak melebihi 2 bulan kurungan. 

Sudah pasti akan ada banyak reaksi, entah mendukung atau menolak di masing-masing kubu. Pertanyaan mengapa akan datang lagi sebagaimana pertanyaan Habakuk. Perlu untuk kita renungkan bahwa “jika suara orang jahat terdengar sangat lantang, itu bukan karena suara mereka lebih nyaring dari orang benar, melainkan karena orang benar cendrung berdiam diri pada zona nyaman”

Dengan kata lain, daripada kita sibuk membuat pertanyaan mengapa kepada Tuhan, bukankah kita bisa menjadi suara Tuhan untuk menyuarakan kebenaran? Bukankah sebaiknya kita mendorong tiap orang-orang yang berpotensi dan memiliki kecakapan dan terbukti bersih hidupnya untuk didukung masuk dalam sistem agar makin banyak orang benar berada di posisi strategis pengambil keputusan untuk negeri ini?
 
Keadilan Itu Tajam Ke Bawah Tetapi Tumpul Ke Atas
2.     Tidak dapat disangkali bahwa untuk membuat perubahan, yakni menjadi kebenaran dan keadilan sebagai warna baru dalam kehidupan ini, adalah berkara yang tidak mudah. Tetapi kita tidak boleh menyerah untuk memperjuangkan hadirnya kebenaran itu. Mengapa demikian? Jika menyerah dan kemudian menyerahkan perkara ini kepada Tuhan, sebagaimana permohonan Habakuk, maka Tuhan pada waktunya “mengambil alih” prose itu. Apa jadinya? Yehuda hancur oleh bangsa Kasdim. Mungkinkah juga hal ini terjadi bagi kita? Kiranya tidak. Mari teruslah berteriak lantang agar kebenaran tetap bersuara dengan nyaring.



No comments:

Post a Comment

KEANGKUHAN RAJA BELSYAZAR

  DANIEL 5:21-30     Pendahuluan Nama Daniel adalah nama dari orang Ibrani yakni dani’el yang berarti Allah adalah Hakim-ku . Ia terk...