MAZMUR 37:7-8
MENATA HATI
Bahan Bacaan Alkitab Pelkat PKP
Kamis, 23 Agustus 2018
PENGANTAR
Apa reaksi kita jika melihat kenyataan bahwa orang
jahat dan berbuat curang hidupnya lebih berhasil dari kita. Sebaliknya ketika
kita melakukan kejujuran dan kebenaran, hidup kita malah jauh dari disebut
berhasil, bahkan sering kali orang benar menjadi “kambing hitam” dan
disalahkan.
Mazmur ini berkisah tentang kenyataan itu dan
bagaimana seharusnya orang percaya merespon kondisi tersebut. Apa yang harus
dimaknai apabila pada kenyataannya orang fasil terlihat lebih berbahagia dan
lebih baik keadaannya di banding orang benar?
TELAAH PERIKOP
Jika kita membaca dengan seksama isi Mazmur ini maka
sesungguhnya Mazmur ini memberikan dua langkah menghadapi kondisi yang tidak
nyaman tersebut , yakni:
1.
Nantikanlah TUHAN (ay.7)
Menjawab
pertanyaan tentang bagaimana bersikap melihat orang fasik lebih baik hidupnya
dibanding kita, oleh pemazmur ajak masuk langkah pertama yakni: Menantikan Tuhan. Menantikan Tuhan
dimaksud adalah menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Itulah sebabnya pada awal
ayat 7 Pemazmur berkata: Berdiam dirilah di hadapan Tuhan.
Hal ini memiliki dua makna, yakni:
a.
Urusan orang Fasik itu adalah urusan Tuhan.
Bahwa
dengan tegas pemazmur menyebut kebahagiaan orang fasik itu semu, tidak abadi
dan tidak nyata. Pada waktunya mereka akan lisut seperti rumput dan layu
seperti tumbuhan hijau (ay.3). Dengan kata lain, ada waktunya Tuhan menyatakan
kehendaknya kepada orang fasik itu yakni penghukuman. Jangan bereaksi apa-apa,
berdiam dirilah. Urusan orang fasik itu adalah urusan Tuhan.
b.
Urusanmu adalah urusan Tuhan.
Bagian
inipun tidak kalah penting. Menyerahkan diri kepada Allah bermakna bahwa kita
bersedia “diatur” oleh Allah. Apa yang akan “diatur” Allah untuk orang benar adalah
kebaikan. Hal ini nampak pada ayat 4 bacaan kita, yakni TUHAN akan memberikan apa yang
menjadi keinginan hatimu. Bagian ini menarik, jika dihubungkan dengan
kalimat awal ayat 7 “berdiam dirilah di hadapan Tuhan”. Berdiam bukan saja tidak
melakukan apa-apa, tapi tersirat tidak mengatakan apapapun. Tuhan tahu isi hati
dan dia mengerti yang dibutuhkan. Yang dibutuhkan hanyalah percaya, sebab Tuhan
pasti bertindak (ay.5).
2.
Menata agar tidak membawa
kejahatan (ay.8)
Sudah
pasti ketidaknyaman itu akan berbuah reaksi. Paling tidak marah dan geram lalu
kemudian keluarlah isi hati melalui berbagai perkataan yang tidak menyenangkan
kepada orang lain (fasik) itu. Itu adalah hal yang wajar secara manusiawi.
Tetapi
pemazmur mengajak untuk bukan bereaksi wajar atau manusiawi tetapi secara
rohani, yakni berhentilah marah dan tinggalkan panas hati. Memang reaksi
wajar adalah marah. Namun ternyata, amarah adalah pintu masuk menuju kejahatan.
Sehingga disaat marah orang bisa melakukan kejahatan yang membuatnya tidak benar
lagi di hadapan Tuhan. Dampaknya, orang percaya menjadi sama dengan orang fasik
sebab ia juga justru melakukan kejahatan.
Pemazmur
mengajak untuk menata hati agar tidak terjebak pada amarah dan dengki karena
kesuksesan orang fasik. Dengan kata lain: “jika iblis menabuh gendang, jangan tanpa
sadar kita ikut menari di atasnya”. Mengapa? Sebab janjinya jelas,
urusan orang fasik adalah urusan Tuhan, orang jahat itu pasti dilenyapkan
(ay.9).
RELEVANSI DAN APLIKASI
Berdasarkan uraian atau telaah perikop di atas, maka terdapat beberapa
hal yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan kita saat ini:
1. Tidak mudah memang tetap tersenyum dan berdiam
diri pada orang yang berbuat curang tapi hidupnya tetap sejahtera. Sehingga
kemudian tanpa sadar kita mulai “rapat pikiran” dan bertanya mengapa
Tuhan tidak adil? Mengapa kejahatan selalu memang pada kebaikan? dst. Hari ini
kita dituntun untuk memahami bahwa Tuhan bekerja dengan cara yang penuh misteri
dan tidak dapat diselami. Urusan orang jahat itu bukan urusan kita untuk
mempertanyakan keadilan Allah. Tidak usah gusar, saatnya akan kita Tuhan
menyatakan keadilan dan kebenaran.
2. Acap kali kegeraman kita bukan soal karena
yang jahat itu sukses, tapi juga karena kondisi “rugi” yang kita alami. Andai
saja yang jahat itu sukses dan kita yang benar juga sukses maka mungkin tidak
akan kita permasalahkan. Artinya, pemicu amarah karena kita membandingan
keadaan diri kita juga, bukan? Inilah yang juga perlu untuk dihayati. Bahwa
bukan aja urusan si fasik yang menjadi urusan TUHAN, untuk kondisi kitapun
TUHAN bersedia untuk mengurusnya.
Bagaimana caranya? Percayalah kepada Tuhan dan lakukan
yang baik (ay.3). Bukan hanya iman percaya yang dituntut, tetapi perbuatan baik
kita atau cara kita menyikapi keadaan itu. Cara yang dianjurkan adalah berhenti
marah dan berhenti panas hati alias
mampu untuk menata hati. Bagaimana
agar mampu menata hati? Pemazmur mengajak untuk berdiam diri di hadapan Tuhan
dan menyerahkan semuanya kepada Sang Maha Adil. Memang tidak mudah untuk
berdiam, tapi belajar dan cobalah untuk percayakan masalah itu kepada Allah. Ia
berjanji bahwa ia akan bertindak
(ay.5)
Kiranya kita dimampukan untuk menyakini kuasa Allah yang peduli itu.
Amin.
(silakan tambahkan
aplikasi firman ini sesuai dengan kehidupan sehari-hari dan kebutuhan warga
PKP)
No comments:
Post a Comment