YESAYA 58:9-12
Pendahuluan
Banyak orang
beranggapan bahwa seseorang itu dikatakan "saleh", bila dia mampu
menjalankan setiap ketentuan dan tuntutan ajaran agamanya. Namun anggapan ini
sangat berbahaya, bila ketentuan dan tuntutan ajaran agama tersebut dijalankan
dengan motivasi salah. Misalnya, agar dipuji orang dan disebut sebagai orang
saleh. Secara khusus, Yesaya menyinggung pola berpuasa yang salah. Puasa
dianggap cukup bila kita tidak makan dan minum. Namun penindasan, pemerasan,
kelaliman terhadap para buruh, orang asing dan kaum lemah tetap dilakukan.
Bukankah hanya orang-orang munafik yang melakukan hal ini? Tuhan Yesus, dalam
Perjanjian Baru, mengecam: "Celakalah hai orang-orang munafik!"
Telaah Perikop
Kalau kita
memperhatikan pembagian kitab Yesaya, nas kita dikelompokkan pada bagian Trito
Yesaya (Psl.55-66), yang menceritakan kehidupan bangsa Israel setelah pulang
dari pembuangan Babel. Nas kita (Yesaya 58:4-14) merupakan kritikan terhadap
ibadah umat Israel, dalam hal ini sehubungan dengan cara mereka berpuasa. Satu
hal yang positif bahwa umat Israel sekembali mereka dari pembuangan Babil,
mereka masih melakukan ibadah dengan rajin, rajin mengkaji kebenaran di dalam
hukum Allah (ayat 2-3) dan juga rajin berpuasa tentunya dengan harapan besar
agar Tuhan mengabulkan atau memberikan apa yang menjadi harapan mereka sebagai
bangsa yang baru “merdeka” yakni untuk hidup sejahtera.
Tidak disebutkan
apakah puasa dilakukan secara bersama-sama (keseluruhan umat), secara kelompok
atau pribadi-pribadi, juga jenis puasa yang dilakaukan dan lamanya berpuasa.
Hal ini dikemukakan karena dalam Perjanjian Lama hanya ada satu praktek puasa
yang ditentukan yaitu pada saat hari Pendamaian (hari pengampunan dosa – Im 16;
23:26-32).
Saat itu, seluruh
bangsa Israel merayakan hari itu dengan berpuasa dan beristirahat. Namun
sebagaimana telah disebutkan bahwa praktek puasa sudah biasa dilakukan dalam
kehidupan umat Israel sejak nabi Musa, baik secara perorangan (mis, 2 Samuel
12:22) mapun kadang-kadang secara bersama-sama (mis, Hakim 20:26; Yoel 1:14).
Selain kewajiban hukum agama, biasanya ada dua alasan seseorang atau sekelompok
orang berpuasa, yaitu: bukti lahiriah dukacita dan pernyataan pertobatan.
Berpuasa juga kerap kali dilakukan dengan tujuan memperoleh bimbingan dan
pertolongan Allah atau meminta kuasa dalam memerangi setan. Ada juga orang yang
berpuasa demi orang lain.
Apapun tujuannya,
praktek puasa harus diikuti penyerahan diri kepada Tuhan yang tampak dalam
kelakuan hidup yang baik. Sebab praktek puasa tanpa diikuti sikap hidup yang
benar adalah sia-sia. Artinya doa mereka, harapan mereka tidak akan dikabulkan
Tuhan (ayat 4b). Hal inilah yang dikeritik nabi Yesaya dalam perikop kita sebab
nampak kecendrungan praktek puasa yang dilakukan umat telah merosot menjadi
kebiasaan leglistik - sekedar upacara ritual tanpa penyerahan diri kepada Tuhan
(bd. Zakaria 7:5), dan menjadi perilaku yang munafik (Matius 16:6) demi untuk
membenarkan diri sendiri (Lukas 18:12).
Puasa sebagai suatu
ibadah telah kehilangan maknanya. Itulah sebabnya dalam ayat 6-7 nabi Yesaya
dengan keras menekankan arti puasa yang benar. Memang puasa dilakuakan dalam
relasi antara manusia dengan Tuhannya, namun relasi dengan Tuhan itu seharusnya
juga berdampak positif dalam relasi dengan sesama. Bila puasa demikian yang
dilakukan, lebih dari yang diharapkan akan diberikan Allah kepada umatNya, juga
diberikan kepada kita. Itulah janji yang terkandung dalam ayat 8-12: (a) Pada
waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan
segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan TUHAN barisan
belakangmu (kesehatan jasmani dan rohani). (b) Pada waktu itulah engkau akan
memanggil dan TUHAN akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia
akan berkata: Ini Aku! (hubungan yang mesra dengan Tuhan, diumpamakan hubungan
bapa dan anak) (c) TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan
hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan
seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah
mengecewakan. (d) Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan
akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan
disebutkan "yang memperbaiki tembok yang tembus", "yang
membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni".
Relevansi dan Aplikasi
Berita keselamatan yang disampaikan Allah melalui nats ini mengarahkan
kembali umat Allah untuk memasuki ibadah yang benar-benar memiliki semangat
kasih yang utuh dan jika tidak demikian maka itu adalah kemunafikan. Munafik
dalam hal ini adalah ketidak jujuran dihadapan Allah. Adalah tindakan yang
bodoh jika ada orang Kristen yang mau mencoba bermain-main dengan bersandiwara
kepada Tuhan dengan harapan dapat menyelamatkan hidupnya, sementara dia sedang
berhadapan dengan Allah yang Maha mengetahui.
Allah menghendaki
agar dalam berpuasa, umat belajar untuk memiliki kesungguhan hati dan
merendahkan diri. Tujuannya, agar kita terlepas dari keinginan untuk menindas
orang lain, terlepas dari sikap egois dan serakah. Berpuasa berarti bertobat,
yaitu meninggalkan cara hidup yang lama, dan memiliki hidup yang baru sesuai
dengan kehendak Allah: membela hak yang lemah, memberi makan yang lapar,
memberi pakaian yang telanjang, dll. Apakah keberadaan kita di tengah
masyarakat adalah menjadi berkat yang nyata dirasakan oleh siapa pun di
sekeliling kita?
Bagaimana mungkin berkat penyertaan Allah bekerja dalam hidup kita jika
kita sendiri tidak jujur di hadapan Allah. Dalam nats kita dikatakan “Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk
kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah,
apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan
memuaskan hati”. Ibadah selayaknya semakin membawa kita mengenal Allah
melalui FirmanNya yang kita pergumulkan dan pelajari untuk dapat dilaksanakan
dalam kehidupan dan bukan menonjolkan citra diri yang membawa pada kesombongan
rohani.
Adalah hal wajar jika umat Israel mempertanyakan mengapa Tuhan tidak
mengindahkan dan memperhatikan ibadah yang mereka lakukan, sebab sampai
kapanpun mereka tidak akan mendapat tuntunan Tuhan dalam hidup mereka sebab
motivasi ibadah dan perilaku yang mereka lakukan hakikatnya jauh dari ibadah
sesungguhnya yang di inginkan oleh Tuhan. Ibadah yang kita laksanakan bukanlah
untuk menambah pahala ataupun poin namun semakin kita sering memasuki ibadah
kepada Tuhan kita akan semakin diperbaharui di dalam FirmanNya untuk memampukan
kita menjadi anak Allah di tengah-tengah dunia ini yang walaupun kita berjalan
di tanah yang kering namun tuntunan Tuhan selalu memperbaharui kekuatan kita
menjalani hidup.
Kehadiran hidup kita ditengah-tengah dunia ini seperti taman yang baik yang
memberika kesejukan dan keindahan dan juga seperti mata air yang tidak
berkesudahan. Tuntunan Tuhan akan nyata dalam hidup ketika kita senantiasa
memperbaharui hidup dengan FirmanNya. Amen
Dari berbagai sumber