2 TIMOTIUS 2:1-7
A. Pendahuluan
Christian A. Schwarz, peneliti
pertumbuhan gereja alamiah, mendapat pertanyaan yang mengubah pemikirannya
tentang kehidupan yang berbuah. Donald McGravan, yang dihormatinya sebagai
bapak pertumbuhan gereja, suatu ketika menanyainya, "Apakah buah sejati
sebatang pohon apel?" Dengan naif Schwarz menjawab, "Tentu saja buah
apel." McGravan tampaknya sudah menduga jawaban itu. "Salah, "
katanya, kemudian terdiam sejenak penuh arti. "Buah sejati pohon apel
bukan buah apel, melainkan bertumbuhnya pohon apel lainnya yang juga menghasilkan." Berbuah, dengan demikian,
sebenarnya bukan sekadar menghasilkan buah, melainkan melipatgandakan kehidupan
yang serupa.
Paulus pun
mengemukakan prinsip pelipat-gandaan tersebut dalam hal pemuridan orang percaya
(ayat.2). Ia mendorong Timotius agar tidak berpuas diri hanya dengan
mengajarkan kebenaran firman Tuhan kepada jemaat yang dipimpinnya. Anggota
jemaat harus diperlengkapi sedemikian rupa, sehingga mereka bukan hanya
memahami dengan baik dan menerapkan kebenaran yang diajarkan, melainkan mampu
pula mengajarkan lagi kebenaran itu kepada orang lain. Estafet pengajaran ini
merupakan salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan gereja.
B.
Telaah Perikop
Paulus
menasihatkan Timotius, anak rohaninya, agar mempercayakan apa yang telah ia
peroleh dari Paulus kepada orang lain yang dapat dipercaya, yang juga cakap
untuk mengajar orang lain (ay. 2). Paulus ingin agar Timotius
mempercayakan Firman Tuhan dan ajaran Tuhan kepada orang lain. Tentunya, Paulus
dan juga Tuhan menginginkan agar Firman Tuhan itu tidak berhenti hanya di satu
generasi saja, sehingga Paulus mengingatkan Timotius juga mencari orang yang
dapat dipercaya dan yang juga cakap mengajar orang lain.
Paulus
menekankan agar Timotius melakukan semuanya itu bukan karena terpaksa, tetapi
karena Timotius sadar akan panggilannya dalam pelayanan. Paulus mengibaratkan
Timotius sebagai seorang yang melaksanakan 3 profesi, yakni sebagai seorang
prajurit, olahragawan atau atlet, dan juga sebagai seorang petani. Sebagai
seorang prajurit, berarti Paulus ingin agar Timotius hanya memfokuskan diri
pada apa yang diinstruksikan oleh komandannya (ayat 4). Ketika bertugas,
seorang prajurit seharusnya hanya melakukan instruksi komandannya. Untuk
hal-hal lainnya, komandan itulah yang bertanggung jawab, termasuk untuk hal-hal
kecil seperti makanan, gaji, dan lain-lain. Apalagi jika komandan kita adalah
Tuhan Yesus sendiri (ay. 3), pasti Tuhan akan memberikan yang lainnya ketika
kita mau sungguh-sungguh melakukan apa yang Tuhan mau (Mat 5:33).
Sama
juga dengan seorang atlet. Ketika akan
bertanding, atlet yang baik seharusnya akan berlatih keras serta memfokuskan
diri untuk bertanding. Urusan lain-lainnya tentunya bukan menjadi urusan atlet
tersebut, tetapi sudah diurus oleh pelatihnya atau panitia pertandingan. Fokus
perhatian seorang atlit hanyalah satu yakni melakukan pertandingan dengan baik
sehingga memperoleh mahkota (ay.5). Atlit yang baik adalah pribadi yang bukan
hanya mencari juara, namun memikirkan dan disiplin dengan cara mencapai juara
tersebut, yakni sesuai dengan aturan yang ada. Paulus meminta Timotius bahwa
dalam melaksanakan panggilan pelayanannya, ia harus mengerjakan dengan cara
yang benar dan sesuai dengan aturan Ilahi.
Seorang
petani pasti akan bersukacita ketika tanamannya akhirnya
dipanen (ay. 6), dan tentunya ini menggambarkan Paulus yang akan sangat
bersukacita jika ia memiliki anak rohani seperti Timotius, dan pastinya akan
lebih bersukacita ketika Timotius dapat mempercayakan Firman Tuhan tersebut
kepada orang lain. Bagi Paulus, tanggung-jawab pelayanan yang dilakukan
Timotius harusnya menggunakan prinsip kerja seorang Petani, yakni bekerja keras
dengan pengharapan pasti, yakni dapat melihat hasil panen nantinya. Kerja keras
yang disertai harapan inilah yang harusnya menginspirasi pekerjaan pemberitaan
Injil oleh Timotius.
Selanjutnya,
Paulus memaparkan kepada Timotius tentang 3 (tiga) prinsip pelayanan yang
menjadi panduan khusus sehingga anak rohaninya ini dapat menjalani tanggung-jawab
pelayanan yang penuh dengan rintangan ini. Tiga Prinsip dimaksud adalah sbb:
1.
Sumber
Kekuatan dalam Pelayanan
Tidak mudah bagi Timotius, menurut Paulus, untuk berhasil
melaksanakan tanggung-jawab pelayanannya. Pada pasal 1:7-8 kita menemukan kesan
bahwa Timotius mengalami tantangan yang berat saat melayani dan memberitakan
Injil Kristus. Tekanan pergumulan dalam pelayanan membawa Timotius dalam
kondisi takut terhadap ancaman dan atapun malu terhadap begitu banyaknya
cibiran dan celaan terhadap tanggung-jawab nya itu.
Itulah sebabnya, Paulus menekankan bahwa Tomotius
haruslah kuat untuk dapat melaksanakan panggilan pelayanannya itu. Sumber
kekuatan itu, menurut Paulus, hanyalah berasal dari Yesus Kristus melalui Kasih
KaruniaNya itu (ay.1). Hal ini berarti, Timotius dinasehatkan untuk tetap
berharap kepada kekuatan yang bersumber dari Allah sendiri. Sebab Allah
memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan
kekuatan, kasih dan ketertiban (2Tim 1:7).
2.
Ukuran
Keberhasilan Pelayanan
Paulus tidak hanya berpuas diri bahwa apa yang ia ajarkan
telah berguna bagi Timotius. Memang benar bahwa pelayanan itu telah berhasil.
Namun bagi Paulus, adalah sungguh tidak berfaedah jika Injil itu hanya sampai
pada Timotius dan jemaat yang Ia layani. Adalah lebih berhasil jika Injil itu
diajarkan kepada para Timotius baru yang juga siap untuk mengajarkan kepada
jemaat dan melanjutkan kader yang akan meneruskan berita Injil itu. Timotius
di mintakan untuk menyiapkan orang lain agar dapat dipercayakan benih injil
untuk diberitakan (ay.2).
Ukuran keberhasilan pelayanan dan pemberitaan injil
menurut Paulus bukan hanya membuat orang menjadi percaya pada Yesus Kristus,
namun juga mempercayakan benih Injil itu untuk dapat ditaburkan dan diberitakan
oleh orang percaya tersebut. Artinya Injil tidak hanya berhenti di suatu
tempat, namun tersebar di berbagai tempat melalui terlahirnya para pemberita2
Injil generasi berikut yang melanjutkan estafet penginjilan.
3.
Kepada Siapa
pelayanan itu dikerjakan
Penting bagi Paulus untuk menegaskan dan menasehati
Timotius bahwa pelayanan yang ia lakukan tidak tergantung pada masalah dan
tantangan yang ia hadapi, termasuk reaksi orang terhadap karya yang
dikerjakannya. Pelayanan Timotius tidak dikerjakan untuk manusia namun fokus
pelayanan itu dikerjakan untuk TUHAN.
Hal inilah yang dimaksud Paulus dalam ayat 3 bacaan kita.
Timotius memang akan menderita dalam pelayanannya. Namun penderitaan itu
harus diterima sebagai bentuk bakti dan ketaatan seorang prajurit kepada
komandannya, yakni Yesus Kristus sang pemilik pelayanan. Pekerjaan memberitakan
Injil tidak dilakukan untuk manusia, namun dikerjakan dengan gembira sebagai
tugas mulia karena perintah Tuhan Yesus dan demi menyenangkan hatinya.
C.
Aplikasi dan Relevansi (perlu dikembangkan sesuai konteks jemaat)
Kita
semua juga merupakan orang-orang yang telah dipercayakan Firman Tuhan dari
orang lain. Pertanyaan yang penting adalah apakah kita mau mempercayakan Firman
Tuhan yang telah kita terima itu kepada orang lain lewat memberitakan itu
kepadanya? Mungkin kita mengelak dengan alasan belum siap, tidak
berani, atau alasan-alasan yang lainnya. Tetapi ingatlah janji Tuhan bahwa
Tuhan akan memberi kekuatan kepada kita melalui kasih karuniaNya (ay. 1),
sebagaimana hal itu menjadi sumber kekuatan bagi Timotius.
Memang
tidaklah mudah melakukan dan melaksanakan panggilan itu. Ada tantangan dan
mungkin juga cemoohan. Namun bukankah seorang prajurit harus siap berkorban? Bukankah
seorang prajurit harus patuh dan setia melaksanakan tuntutan komando dari
komandan? Kristus adalah pemberi perintah itu dan kita harusnya setia untuk
melaksanakannya. Banyak pelayan tersandung dalam pelayanan karena fokus
pelayanan telah berubah yakni untuk melayani jemaat dan bukan melayani TUHAN.
Efeknya sangat besar. Ukuran keberhasilan dalam pelayanan bukan lagi apakah
telah menyenangkan Tuhan, namun lebih pada untuk menyenangkan manusia atau
jemaat yang dilayani.
No comments:
Post a Comment