Wednesday, November 13, 2024

KEANGKUHAN RAJA BELSYAZAR

 

DANIEL 5:21-30

  

Pendahuluan

Nama Daniel adalah nama dari orang Ibrani yakni dani’el yang berarti Allah adalah Hakim-ku. Ia terkenal dengan ketaatan dan kesetiaanya kepada TUHAN, Allah Israel dan sekaligus mampu menjadi saksi iman di tengah pembuangannya di Babel. Siapa sesungguhnya Daniel?


Daniel terlahir sebagai bangsawan dan lahir sekitar tahun 625 SM (1:3-4). Ia mendapatkan pelajaran yang sangat keras melalui pengalaman hidupnya yakni ia dibawa ke dalam pembuangan oleh raja Nebukadnezar. Pada saat mengalami pembuangan itu, Daniel berusia sekitar 20 tahun. Menarik untuk disimak bahwa Daniel bersama dengan beberapa orang muda terpilih dalam rekrutme bekerja di istana raja. Awal pertama mereka harus menikuti kegiatan pelatihan yang sifatnya “ikatan dinas” yaitu setelah tiga tahun belajar dan dididik  dalam pengetahuan keistanaan mereka wajib bekerja kepada raja (bd.1:4,5).

 

Telaah Perikop

Untuk memahami perikop ini, sebagiknya membaca keseluruhan mulai dari ayat 1. Kisah dalam perikop kita mengenai Raja Belsyazar yang mengadakan perjamuan besar (ay.1). Persoalannya bukan pada perjamuan besar itu, melainkan ketika ia memerintahkan untuk membawa masuk perkakas dari Bait Suci yang di bawah waktu mengalahkan Israel, dan kemudian menggunakan perkakas yang suci itu untuk pesta pora (ay.2-5). Tuhan murka dan kemudian hadir melalui “pungung tangan” yang membuat tulisan di dinding sehingga raja sangat ketakutan (ay.5-7). Ia meminta agar ada yang dapat menerjemahkan dan mengartikan tulisan itu. Tetapi tidak ada seorangpun yang sanggup (ay.8,9).

Maka atas usulan permaisuri raja, diusulkanlah nama Daniel, yang menurut permaisuri dianggap bahwa Daniel memiliki roh para dewa yang kudus (istilah mereka tentang Roh Hikmat yang ada pada Daniel (ay.10,12). Maka kemudian Daniel dipanggil. Berikut ini beberapa hal penting dari penggalan kisah ayat 21-30 sesuai perikop bacaan kita.

1.      Reaksi Daniel (ay.21-24)

Siapapun jika dipuji orang pasti akan senang dan bangga. Apa lagi jika dijanjikan hadiah. Bagaimana jika yang memuji itu adalah seorang Raja? Wow… tentu lebih dari bangga bukan? Bagaimana reaksi Daniel tentang pujian raja dan janji untuk mendapatkan hadiah? Kita seharusnya terkejut bahwa Daniel tidak fokus pada janji hadiah itu tetapi fokus pada kebenaran yang harus ia samaikan kepada seorang raja seperti Belsyazar sekalipun. Itulah sebabnya ia: “tahanlah, hadiah tuanku, berikanlah pemberian tuanku kepada orang lain…” (ay.17). Perhatikanlah bahwa Daniel menolak gratifikasi atau pemberian hadiah untuk kepentingan tertentu. Ia mengajak raja untuk kembali fokus pada tujuan yakni mengetahui kebenaran yang ingin ia ketahui.

Selanjutnya, ayat 18-24, Daniel tanpa ragu menjelaskan dan membuka di hadapan raja, siapa sebenarnya raja di hadapan Tuhan. Tanpa takut sekalipun Daniel menyatakan kesalahan yang raja lakukan. Bahwa raja tidak belajar dari kisah keangguhan ayahnya yang di hancurkan Tuhan juga (ay.18-20), dan juga dengan tegas tanpa takut, Daniel menyebut bahwa kekuasaan Babel dan raja-raja itu adalah pemberian Tuhan (ay.18). Selanjutnya tanpa takut, Daniel menyebut bahwa raja telah berbuat salah melalui tindakan mencemarkan perkakas bait Allah yang suci itu, yakni mengunakan pada acara perjamuan (ay.22-24). Bagi Daniel tindakan itu adalah congkak dan angkuh serta sangat berani untuk meninggikan diri di hadapan Allah Israel yang hidup (ay.22).

Perhatikanlah, dalam rangka kebenaran, Daniel tidak ragu untuk menyampaikan apa adanya di hadapan raja. Ia tidak gentar untuk menunjuk kesalahan raja tersebut.

2.      Arti tulisan di dinding (ay.25-30)

Ada tiga kata yang ada dalam tulisan itu, yakni Mene, mene, tekel, ufarsin. Berikut penjelasan dari istilah-istilah ini sesuai dengan bahasa aslinya:

-          מְנֵא – MENE = Sudah dihitung (artinya Allah sudah menghitung bahasa Aram מְנָא - MENA) umur kerajaan Belsyazar. Note: Bandingkan kata ini dengan מָנֶה - MANEH, satuan untuk menimbang emas yang dalam bahasa Yunaninya adalah: μνᾶ - MNA, mina (satuan ukuran)

-          תְּקַל – TEQAL = (Syikal, שָׁקַל – SHAQAL (aksara "Shin" menjadi "Tav") bandingkan dengan kata Ibrani: שֶׁקֶל - SHEQEL) dipakai baik sebagai mata uang maupun sebagai timbangan, menunjukkan bahwa Belsyazar sudah ditimbang (dalam timbangan) dan kedapatan terlalu ringan.

-          וּפַרְסִין - UFAR'SIN dari kata פְּרַס – PERAS = Sudah dibagi, kerajaanmu sudah dibagi-bagi (peres) dan diberikan kepada Media-Persia ( פָּרַס - PARAS). PARAS ini agaknya menunjukkan bahwa kerajaan Persialah yang lebih berkuasa, yang ke tangannya bangsa Babel akan jatuh.

Mene diulang untuk penekanan. Sehingga menjadi penegasan bahwa peristiwa hancurnya Belsyazar akan segera terjadi. Hal ini menjadi nyata ketika ayat 26 menyebutkan bahwa raja angkuh ini kemudian mati terbunuh oleh orang Kasdim, dan kemudian Daniel memperoleh jabatan yang tinggi.

 

Relevansi dan Aplikasi

Beberapa hal utama harus menjadi perhatian penting ketika membaca kisah Daniel ini. Yakni:

1.      Penting untuk disadari bahwa Daniel adalah seorang pribadi yang berpegang kepada kebenaran dan berani untuk mengatakan kebenaran. Ia tidak ragu sedikitpun untuk menguraikan makna tentang tangan yang menulis di dinding itu. Daniel tidak mencari aman atau kuatir jika raja Belsyazar akan marah. Bagi daniel kebenaran harus disampaikan. Tindakan raja Belsyazar yang mencemarkan alat-alat bait Allah adalah dosa besar dan hal itu dengan lantang disampaikan oleh Daniel.

Kita pun diajarkan untuk berani berkata kebenaran tanpa berupaya mencari aman. Katakan benar jika benar, tegurlah orang yang salah seperti Daniel melakukannya kepada raja. Jangan membiarkan ketidakbenaran “membusungkan dada” dan kita yang tahu tentang kebenaran tidak berani mengungkapkannya.

2.      Mari belajar kepada kesalahan Belsyazar bahwa keangkuhan di hadapan Allah akan dihancurkan. Raja ini tidak belajar dari kesalahan masa lampau, ia melakukan dosa yang sama. Melalui teks ini kita diminta untuk tidak angkuh di hadapan Tuhan sebab siapa yang meninggikan diri dihadapan Tuhan akan direndahkanNya.

Keangkuhan membuat orang lupa diri tentang siapa dirinya seperti. Raja ini “lupa” bahwa dirinya hanyalah hasil ciptaan. Menarik bahwa di ayat 29, raja bukannya takut dan gentar lalu kemudian bertobat atau paling tidak merendahkan diri di hadapan Tuhan. Fokusnya hanya pada kesenangan dan memberikan hadiah kepada Daniel. Akhirnya dapat ditebak di ayat 30 raja Belsyazar terbunuh.

Mari janganlah angkuh. Belajarlah menghormati Tuhan dan hidup dalam ketaatan kepadaNya. Sebab kesombongan, keangkuhan dan ketidaktaatan terhadap Allah tidak akan luput dari penghakiman.

MIMPI RAJA NEBUKADNEZAR

 

DANIEL 2:45-49

 

PENDAHULUAN

Nama Daniel adalah nama dari orang Ibrani yakni dani’el yang berarti Allah adalah Hakim-ku. Ia terkenal dengan ketaatan dan kesetiaanya kepada TUHAN, Allah Israel dan sekaligus mampu menjadi saksi iman di tengah pembuangannya di Babel. Siapa sesungguhnya Daniel?


Daniel terlahir sebagai bangsawan dan lahir sekitar tahun 625 SM (1:3-4). Ia mendapatkan pelajaran yang sangat keras melalui pengalaman hidupnya yakni ia dibawa ke dalam pembuangan oleh raja Nebukadnezar. Pada saat mengalami pembuangan itu, Daniel berusia sekitar 20 tahun. Menarik untuk disimak bahwa Daniel bersama dengan beberapa orang muda terpilih dalam rekrutme bekerja di istana raja. Awal pertama mereka harus menikuti kegiatan pelatihan yang sifatnya “ikatan dinas” yaitu setelah tiga tahun belajar dan dididik  dalam pengetahuan keistanaan mereka wajib bekerja kepada raja (bd.1:4,5).

Alkitab menyebutkan bahwa ada 4 orang dari Yehuda yang lolos seleksi yakn:

-          Daniel (kemudian disebut Beltsazar = kiranya ibu dewa bel melindungi raja);

-          Hananya yang berarti yang dikasihi Tuhan (kemudian disebut Sadrakh = Disinari oleh Dewa Matahari Ba);

-          Misael yang berarti Siapakah Allah? (kemudian disebut Mesakh= hamba dari Dewa Shach); dan

-          Azaraya yang berarti Tuhan adalah penolongku (kemudian disebut Abednego = hamba dari dewa Nego).

Karier para pemuda Yehuda ini terbilang sangat baik dan terus menanjak, istimewa Daniel yang diberi nama sebutan orang Babel, yakni Beltsazar itu. Bacaan kita saat ini tidak berkisah tentang Daniel, tetapi tentang Hananya, Misael dan Azaraya yang lebih dikenal dengan sebutan Sadrak, Mesakh dan Abednego.

 

TELAAH PERIKOP

Daniel 2:45-49 tidak akan kita pahami jika tidak membaca keseluruhan pasal 2. Kisah ini dimulai dari mimpi raja Nebukadnezar yang membuat ia gelisah dan tidak bisa tidur itulah. Itulah sebabnya ia meminta seluruh orang cerdik, pandai, dan bijaksana di kerajaan Babel untuk melakukan dua hal yaitu pertama, mencari tahu dan menyebutkan apa yang dia mimpikan dan kedua, mencari tahu arti atau makna dari mimpi itu (2:1-5).

Tentulah hal itu sulit untuk dilakukan. Mengapa? Sebab bagaimana mungkin kita mengetahui mimpi seseorang, jika orang yang bermimpi itu tidak memberitahukannya kepada kita? Jikalau hanya mengartikan makna suatu, mimpi mungkin lebih mudah, tetapi jika mencari tahu apa yang dimimpikan dan orang yang bermimpi tidak mau memberitahukannya, bagaimana mungkin mereka tahu apa yang raja mimpikan itu? Inilah alasan yang disampaikan para Kasdim. Mereka mengatakan tidak ada raja mana pun yang membuat pertanyaan seperti ini, yaitu minta menjelaskan apa yang raja mimpikan. Mereka mengakui bahwa mereka tidak dapat melakukannya (2:6-11).

Tentunya raja sangat murka dan marah dan merencanakan untuk membunuh semua orang bijaksana di istana babil termasuk daniel dan temantemannya mendengar hal itu Daniel kemudian mengumpulkan teman temannya yaitu Sadrakh, Mesakh dan Abednego untuk berdoa kepada Tuhan dan memohon hikmat agar Tuhan membukakan rahasia dari mimpi raja Nebukadnezar tersebut (2:12-18). Tuhan menolong Daniel dan rahasia mimpi itu dibuka oleh Allah bahkan memberi hikmat kepada Daniel untuk mengetahui maknanya sehingga ia menyampaikannya kepada raja (2:12-45)

Apakah reaksi raja ketika mendengar penjelasan Daniel mengenai mimpi dan arti mimpi raja Nebukadnezar tersebut? Terdapat 3 hal penting yang dilakukan raja, yakni:

1.       Sujud Menyembah Daniel (ayat 46)

Jika membaca ayat 46, siapapun mestinya terkejud. Sebab, bagaimana mungkin seorang raja sujud menyembah kepada bawahannya? Apalagi bawahannya itu adalah orang orang buangan yakni Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego.

Mengapa hal itu dilakukan oleh raja Nebukadnezar? Tidak lain alasannya adalah rasa kagum takjub yang luar biasa terhadap kemampuan Daniel. Sudah pasti mungkin ada banyak orang yang dapat “mengarang” arti mimpi, tapi tidak ada seorangpun yang dapat menceritakan mimpi yang tidak diceritakan si pemimpi yaitu raja Nebukadnezar. Hal itu misteri yang besar. Tidak heran jika raja sangat takjub dan bereaksi untuk sujud menyembah Daniel.

2.       Memuliakan Allah (ay.47)

Selanjutnya pada ayat 47 kita menemukan hal yang lebih luar biasa lagi. Seorang raja kafir yang menghancurkan Bait Allah, yang merampas seluruh seluruh peralatan suci di Bait Allah tiba-tiba menyembah dan memuliakan Allah.

Pertanyaan penting adalah mengapa tiba tiba selain mengagumi Daniel, raja Nebukadnezar tiba-tiba memuliakan dan mengagumkan Allah Daniel? Bahkan mengatakan tidak ada allah lain, termasuk allah yang ia sembah yang dapat mengalahkan Allahnya Daniel. Mengapa raja tiba-tiba memuliakan Allah yang disembah daniel? Jawaban atas pertanyaan ini kita temukan pada ayat 27 dan 28. Sebelum menjawab pertanyaan raja, Daniel menjelaskan dari manakah ia beroleh pengetahuan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan raja itu.

Dengan bangga Daniel menjelaskan bahwa tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan raja dan kalau dia bisa menjawabnya itu disebabkan karena di Surga ada Allah yang menyingkapkan rahasia rahasia (ay.28). Secara langsung Daniel menyebutkan bahwa sumber pengetahuannya untuk menjawab pertanyaan raja ini datangnya bukan dari dirinya sendiri, melainkan Allah, Pribadi yang ia sembah dan agungkan.

Apa artinya? Daniel sedang bersaksi tentang imannya kepada raja kafir itu. Daniel tidak mencuri kemuliaan Allah. Ia justru bersaksi tentang siapa Allah yang ia sembah yaitu Sang Sumber dari segala pengetahuan yang ia peroleh. Dari kesaksian Daniel inilah, raja Nebukadnezar akhirnya mengagungkan Allah Israel, Tuhan Sang Khalik semesta.

3.       Daniel Menjadi Pembesar (ay.48-49)

Karena prestasi Daniel inilah, menurut ayat48, Daniel diberikan jabatan sebagai penguasa atas seluruh Babel dan kepala dari semua orang bijaksana di Babel. Tapi yang menarik perhatian adalah pada ay.49 dijelaskan bahwa Daniel tidak mengambil jabatan itu. Justru jabatan sebagai penguasa di seluruh wilayah Babel diserahkan kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Daniel sendiri hanya milih tinggal di istana raja.

Ternyata Daniel tidak hanya orang yang ”tidak haus pujian”, rupanya dia juga adalah pribadi yang tidak haus jabatan. Jabatan besar sebagai hadiah raja Nebukadnezar, ditolak Daniel dan diserahkan kepada tiga sahabatnya. Hal ini menunjukkan bahwa ketika ia melakukan sesuatu kepada raja, ia tidak sedikitpun mengharap imbalan. Perbuatannya ini murni hanya untuk beroleh kesempatan menjadi saksi tentang Tuhan Allah Ssrael.

 

APLIKASI DAN RELEVANSI

Kisah Daniel pada bacaan kita saat ini menarik untuk direnungkan. Terdapat beberapa pokok penting yang kiranya dapat kita lakukan dalam kehidupan beriman kita, sebagai orang yang percaya kepada tuhan yesus kristus:

1.       Dalam hal bertindak atau merencanakan sesuatu kita harus melibatkan Tuhan. Sebagaimana Daniel mengajak teman-temannya Sadrakh, Mesakh dan Abednego untuk berdoa dan meminta pertolongan kepada Tuhan, demikian mestinya sebagai orang percaya hal itu kita lakukan.

Jangan pernah bertindak tanpa melibatkan Tuhan. sebab tanpa Tuhan, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Keputusan apapun yang akan kita ambil, rencana apapun yang sedang kita siapkan, dan tindakan-tindakan apapun ke depan yang akan kita buat, segala sesuatu harus seijin Tuhan. Sebab jika Tuhan dilibatkan maka hikmat, Dia akan berikan, kesempatan dan jalan keluar akan Dia anugerahkan. Bahkan berbagai perlindungan Tuhan akan nyatakan. Kita butuh Tuhan untuk melakukan segala sesuatu, sebagaimana Daniel berserah kepadaNya.

2.       Segala sesuatu yang kita kerjakan dan kita lakukan harus berakhir pada tujuan supaya Tuhan dimuliakan. Buatlah orang lain yang mengalami hasil kerja dan perbuatan kita memuliakan Tuhan. Jangan menganggap diri kita hebat. Sebab apapun yang kita lakukan itu terjadi karena Tuhan. Jangan mencuri kemuliaan Tuhan. Hanya Tuhan-lah yang layak ditinggikan dan diagungkan.

Daniel sadar bahwa ia tidak memiliki kemampuan untuk menjawab pertanyaan raja. Hanya Tuhan-lah yang bisa. Tanpa malu, tanpa ragu ia menyampaikan itu kepada Raja supaya Nebukadnezar tahu bahwa pengetahuan yang daniel miliki itu berasal dari Tuhan. Tidak heran mengapa kemudian raja akhirnya memuliakan dan mengagungkan Allah yang disembah oleh Daniel.

Hal yang sama harusnya terjadi dalam kehidupan beriman kita. Kesempatan bersaksi dapat kita lakukan dalam berbagai perjumpaan dengan orang lain entah di tengah masyarakat ataupun di dunia kerja sekalipun. Tujuan Daniel menjawab pertanyaan raja bukan untuk jabatan, bukan untuk pujian bagi dirinya. Tetapi sebagai peluang atau kesempatan untuk bersaksi tentang imannya di hadapan raja.

Karena itu mari lihatlah peluang dan kesempatan untuk bersaksi tentang iman percaya kita kepada setiap orang. Lakukanlah pernuatan baik sebagai sarana kesaksian iman supaya seluruh lutut bertelut dan lidah mengaku dan memuliakan Allah Bapa kita di dalam Yesus Kristus. SOLI DEO GLORIA.

 

Selamat Menyiapkan Khotbah


PERJUANGAN IMAN SEBAGAI ORANG PERCAYA

 

2 TIMOTIUS 2:1-13

 

PENDAHULUAN


Surat Paulus yang kedua kepada Timotius, anak rohani Paulus bertujuan untuk memberitakan janji tentang hidup dalam Kristus Yesus (1:1).  Surat ini menjadi menarik karena ketika Paulus berbicara tentang ‘hidup’ (di dalam Kristus), dirinya sedang berada di dalam penjara untuk menanti hukuman mati dari pemerintah.  Bagaimana orang yang ‘mau mati’ berbicara tentang ‘hidup’; inilah yang menarik karena sekalipun Paulus ‘siap’ menghadapi kematian, kesiapan Paulus ini tidak dapat diterima sepenuhnya oleh orang-orang yang mengasihi dan sangat mengharapkan dirinya, termasuk Timotius (1:4).

Latar belakang inilah yang membuat kita mengerti betapa Paulus berusaha untuk menguatkan (= membesarkan) hati Timotius antara lain dengan mengatakan: “kobarkanlah karunia Allah yang ada padamu … jangan takut:  Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertibanjanganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita ikutlah menderita bagi Injil-Nya ... (1:6-8), jadilah kuat … ikutlah menderita (2:1-3), dab.

Selain itu, Paulus juga menjelaskan kepada Timotius: mengapa dia menderita supaya Timotius tidak malu bersaksi tentang Paulus, gurunya itu (1:8), antara lain: “karena Yesus telah menyelamatkan … dan memanggil … berdasarkan … maksud dan kasih karunia-Nya sendiri … dan untuk Injil yang telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa (1:8-11),” dab.  Salah satu alasan mengapa Paulus menderita ditulisnya dalam pasal 2:8-13.

 

TELAAH TEKS

Tidak mudah bagi Timotius menjadi seorang pelayan yang masih berusia belia memimpin jemaat yang besar seperti Efesus. Selain menghadapi ajaran sesat yang merongrong keutuhan umat di Efesus dari luar; Timotius juga behadapan dengan berbagai perbedaan pendapat antara mereka yang berasal dari budaya Yunani dan mereka yang berasal dari budaya Yahudi yang merusak keutuhan umat dari dalam. Timotius juga harus menghadapi berbagai penderitaan sebagai seorang Kristen demikian juga umat di Efesus.

Bagaimanakah Timotius menghadapi kondisi ini? Beberapa hal penting dari nasihat Paulus, patut untuk diperhatikan:

1.      Jadilah Seperti Prajurit (ay.1-4)

Seorang prajurit harus kuat dan siap menderita ketika, melaksanakan panggilan perang. Maka demikian juga Paulus mengatakan hal ini kepada Timotius bahwa seorang prajurit tidak memikirkan kenyamanan tentang kehidupannya tetapi bersedia untuk menderita (4).

Tujuaan utama dari seorang prajurit adalah bukan untuk dirinya sendiri, tetapi supaya ia berkenan kepada komandannya. Hal ini memberi kesan yang cukup kuat bahwa ketika Timotius harus menjalankan tugas panggilan pelayanannya, ia tidak memikirkan atau mencari keuntungan diri sendiri melainkan demi kemuliaan Yesus Kristus yang adalah “Panglima Agung” Juruselamat dunia.

2.      Mentalitas Olaragawan dan Petani (ay.5-7)

Pada bagian ini Paulus menganalogikan mentalitas seorang pelayan atau orang percaya bagaikan seorang olah ragawan dan petani. Menurut Paulus, olahragawan menjadi pemenang sejati apabila ia bertanding sesuai dengan tata aturan yang ada. Paulus ingin menegaskan kepada Timotius bahwa apapun yang terjadi, berbagai masalah yang ada di dalam jemaat, ia harus menegakkan aturan yang benar sesuai dengan yang telah difirmankan Allah berdasarkan kehendakNya.

Kemungkinan besar Timotius sedang berada di persimpangan jalan, yakni berhadapan dengan kepentingan-kepentingan umat di Efesus yang berasal dari budaya Yunani dan umat dari budaya Yahudi. Perpecahan mungkin akan terjadi. Maka Timotius harus berani mengambil sikap yang tepat yakni mengukur setiap tindakan dan perkataannya sesuai dengan aturan Firman dan bukan demi menyenangkan pihak tertentu.

Mengapa demikian? Hanya petani yang bekerja keraslah yang akan pertama kali menikmati hasil usahanya (ay.6). Proses tidak akan menghianati hasil. Jika Timotius berpegang pada ajaran Kristus di tengah tantangan sebagai seorang pelayan, ia akan menikmati jerihlelah dari pelayanan itu.

Pada ayat 7, Paulus meneguhkan Timotius bahwa walaupun tanggung jawab di Efesus sangat besar dan tidak mudah, Tuhan pasti akan menolongnya dan memberikan hikmat dan pengertian untuk mengemban tanggung jawab pelayanannya. Itulah sebabnya Timotius harus kuat dan terus mengerjakan apa yang telah ditugaskan kepadanya.

3.      Belajar Dari Teladan Paulus (ay.8-13)

Pada bagian ini Paulus menasehati Timotius bahwa ia harus Fokus dalam pelayanan. Inti dari seluruh pelayanan Timotius adalah memberitakan Yesus Kristus sebagaimana yang menjadi pusat pelayanan dan pemberitaan Paulus (ay.8). Jika Timotius mengalami penderitaan karena melaksanakan panggilan pelayanan itu, Paulus meneguhkan dan menasehati Timotius bahwa hal itu bukanlah perkara baru. Sebab hal yang sama juga dialami oleh Paulus. Ia harus menderita karena melaksanakan panggilan pemberitaan Firman. Karena itu Timotius harus sabafr menjalani semuanya itu (ay.9-10). Timotius pasti menyadari hal ini sebab ia menerima surat ini dari Paulus ketika Paulus sedang berada dipenjara.

Bagi Paulus penderitaan bukan akhir dari segala-galanya. Pada ayat11-13 menyebut sesuatu yang luar biasa sebagai prinsip orang percaya. Bahwa kelak nanti Kristus Yesus akan menyatakan kemuliaanNya. Jikalau Timotgius setia, maka Tuhan pun akan menganugerahkan kasih setiaNYa; jika harus mati karena Kristus janji mahkota akan diterimanya. Pernyataan dalam ayat 11-13 ini menunjukkan bahwa kesetiaan melaksanakan panggilan pelayanan, target utama bukanlah dalam dunia, tapi yang utama dan yang menjadi motivasi penting sebagai orang percaya yang harus menderita di dunia oleh karena Kristus adalah kesukacita surgawi yang Tuhan janjikan.


RELEVANSI / APLIKASI

Terdapat beberapa hal yang menjadi pokok perhatian kita pada bacaan ini untuk dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, yakni:

Pertama, Milikilah mentalitas pejuang seperti seorang prajurit menghadapi peperangan. Seorang percaya yang dipanggil dan diselamatkan adalah mereka yang bersedia mengerjakan tanggung jawab sebagai seorang Kristen tanpa mengutamakan kebutuhan dan kepentingan diri sendiri atau kesenangan pribadi melainkan untuk memuliakan Tuhan, untuk kesenangan dari Sang Panglima Agung. Motivasi yang benar dari seorang percaya, entah ketika melayani atau bersekutu ataupun bersaksi adalah bukan untuk kepentingan diri. Tujuan utama adalah supaya Yesus kristus Tuhan ditinggikan dan diagungkan.

Kedua, Kita diancarkan untuk tidak memiliki mentalitas instan sebagaimana olah ragawan yang menyiapkan tiap pertandingan dengan berlatih keras, mengikuti pertandingan sesuai dengan aturan lalu kemudian beroleh mahkota. Berproseslah bersama Tuhan sesuai dengan apa yang Ia kehendaki dan bukan apa yang kita inginkan. Jadilah seorang percaya yang mengerti apa kehendak Tuhan, belajarlah mengenal kebenaranNya supaya “pemenang” menjadi bagian kita.

Gereja Tuhan inipun hadir sesuai dengan tata aturan yang berlaku, entah aturan organisasi maupun aturan Firman. Siapapun kita diwajibkan untuk mengikutinya dalam ketaatan. Sebab tanpa ketaatan tidak mungkin ada mahkota kemenangan.

Ketiga, penderitaan mungkin akan kita alami sebagai orang percaya. Sangat relevan hal ini pada situasi sekarang. Kadangkala karena status iman kita, mempengaruhi promosi jabatan ataupun kehadiran di tengah masyarakat. Namun sebagaimana Paulus katakan dalam ayat 8-13, penderitaan adalah bagian dari panggilan orang percaya. Jangan kecut dan tawar hati. Sebab, adalah kebahagiaan jika harus menderita karena Kristus. Amin.

HIDUP BAGAIKAN PERTANDINGAN IMAN

 

1 TIMOTIUS 6:11-13

 

PENDAHULUAN

Dalam rangka menyiapkan pelayanan Timotius di jemaat Efesus, Rasul Paulus memberikan beberapa wejangan untuk menyiapkan Timotius agar mampu menjadi seorang pemimpin juga pelayan di jemaat Efesus tersebut.


Surat yang pertama ini menarik karena banyak hal hal praktis yang Paulus ajarkan kepada Timotius untuk ia lakukan mulai dari doa, penderitaan sebagai orang Kristen  (pasal 2), syarat untuk pemilihan diaken/penatua (pasal 3), bagaimana Timotius menghadapi ajaran sesaat (pasal 4), dan menghadapi tanggung jawab pelayanan intergenerasional (pasal 5), mengenai bersilat lidah Pasal 6) serta beberapa nasehat yang lain.

 

TELAAH TEKS

Setelah berbagai ajaran, nasehat, dan bimbingan yang Paulus sampaikan kepada Timotius pada suratnya yang pertama ini, Paulus menutup surat ini dengan beberapa penekanan penting yang menarik untuk diuraikan. Beberapa hal itu sebagai berikut:

1.      Munusia Allah

Paulus menyapa Timotius dengan sebutan hai manusia Allah (ay.11). Pada terjemahan baru edisi kedua, istilah ini direvisi menjadi hai manusia kepunyaan Allah. Istilah ini berasal dari kata τοῦ θεοῦ (baca: tou theou) yang secara literer bisa diterjemahkan dengan manusia Allah. Namun karena ditulis dalam bentuk “genitive singular masculine” hal ini tidak berarti bahwa Timotius itu setengah dewa. Melainkan bermakna “kepunyaan” atau “milik”, sehingga istilah Manusia Allah yang ditujukan kepada Timotius bermakna: Timotius adalah milik kepunyaan Allah, atau dia adalah dari Allah yang harus tunduk kepada Allah.

Mengapa hal ini penting bagi Paulus untuk menekankan istilah manusia Allah atau manusia kepunyaan Allah kepada Timotius? Hal ini untuk memberi kesadaran penuh kepada Timotius bahwa ia berbeda dari yang lain. Dalam pemahaman filsafat pada zaman itu manusia dapat hidup mandiri sesuai dengan pemikiran dan logika berpikir, maka Paulus menekankan Timotius adalah milik Allah yang tergantung kepada Allah. Karena Timotius adalah milik kepunyaan Allah, maka sebagai milik kepunyaan Allah, Timotius tidak ada pilihan lain selain tunduk hormat dan menuruti segala kehendak dan perintah Allah. Pelayanannya di Efesus harus berdasarkan mau dan kehendak Tuhan, sesuai apa yang Tuhan kehendaki bagi gerejanya untuk Timotius layani dalam ketaatan penuh kepadaNya.

 

2.      Apa yang utama?

Apa yang harus Timotius lakukan dan kerjakan sebagai pribadi yang adalah milik Tuhan? Ia harus menjauhi berbagai larangan yang telah dinasehatkan oleh Paulus pada bagian bagian sebelumnya misalnya, bersilat lidah, cekcok dengan sesama saudara seiman, mendengki, mencederai, dll yang dapat dibaca pada pasal 6:2-10.

Sebaliknya apa yang utama menurut Paulus yang harus diutamakan untuk dilakukan oleh Timotius adalah mengejar keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran, dan kelembutan (ay.11). Rupanya di Efesus terdapat beberapa kelompok orang yang senang bergumentasi, bersilat lidah, dan berupaya untuk menjatuhkan wibawa Timotius sebagai pelayan muda di Efesus. Menurut Paulus, hal itu tidaklah penting. Yang utama dalam pelayanannya di Efesus, Timotius diminta agar tidak teralih perhatian, melainkan fokus untuk mengerjakan dan melakukan kehendak Tuhan yakni menjadi pelayan yang baik.

 

3.      Hidup bagaikan pertandingan

Hidup ini adalah bertandingan karena itu menangkanlah; hidup ini adalah perlombaan karena itu jadilah juara. Pernyataan ini senada dengan nasehat Paulus kepada Timotius yakni “Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal (ay.12). Pernyataan ini mengingatkan kepada Timotius bahwa dalam mempertahankan iman sebagai orang percaya terutama sebagai pelayan, hal itu bagaikan mengikuti gelanggang pertandingan. Maka segala sesuatu harus disiapkan.

Pertandingan iman yang dijalani Timotius adalah pertandingan iman yang benar, yakni yang sesuai dengan aturan dan kehendak Allah. Hal ini senanda dengan pernyataan Paulus pada 2Tim.2:5 yakni olahragawan menjadi pemenang sejati apabila ia bertanding sesuai dengan tata aturan yang ada. Paulus ingin menegaskan kepada Timotius bahwa apapun yang terjadi, berbagai masalah yang ada di dalam jemaat, ia harus menegakkan aturan yang benar sesuai dengan yang telah difirmankan Allah berdasarkan kehendakNya.

Jika dalam pertandingan dunia hasil akhir dari kemenangan adalah piala atau hadiah maka menurut Paulus hasil akhir dari pertandingan, iman yang benar adalah kehidupan kekal. Kata lain motivasi Timotius haruslah benar. Bahwa ketika ia mengerjakan pelayanannya, bukan karena mengejar kebanggaan diri, atau bukan untuk memperoleh pengakuan orang lain. Tapi motivasi dari upaya yang mempertahankan iman dan melaksanakan panggilan pelayanan itu adalah janji kekekalan yang diberikan oleh allah.

 

RELEVANSI / APLIKASI

Dari bacaan Alkitab ini beberapa hal penting menjadi perhatian khusus untuk diterapkan dalam kehidupan keseharian kita, yakni:

1.      Setiap orang harus menyadari bahwa hidupnya adalah milik Tuhan. Istilah manusia Allah yang dikenakan Paulus kepada Timotius mestinya juga menjadi pemahaman penting bagi setiap orang percaya dewasa ini. Hidup kita dan apa yang kita jalani bukanlah milik kita kita adalah manusia kepunyaan Allah, maka waktu, tarikan nafas, keahlian, dan kemampuan kita juga adalah milik Allah. Seharusnya semua potensi diri yang kita miliki, yang ternyata adalah kepunyaan Allah itu, harus dikembangkan dan dipersembahkan serta dikerjakan bagi hormat dan kemuliaan nama Tuhan.

Sebagai contoh misalnya berapa banyak orang sering berkata “maaf saya tidak punya waktu”. Hal ini seakan memberi indikasi bahwa waktu itu milik kita dan sudah terpakai semuanya sehingga tidak ada waktu lagi untuk yang lain. Padahal kita harus menyadari bahwa kita tidak pernah “memiliki” waktu sebab yang punya waktu adalah Tuhan. Waktu hidup kita adalah milik Tuhan, maka seharusnya dikembalikan juga “untuk Tuhan”.

Pertanyaan penting untuk direnungkan adalah jika hidup ini, yakni hidup yang kita miliki saat ini, adalah kepunyaan Tuhan sudahkah dengan benar kita mengisi kehidupan ini menjadi hormat dan kemuliaan nama Tuhan. Memanfaatkan kehidupan dengan benar merupakan tanda syukur kita terhadap kehidupan yang Tuhan anugerahkan. Ingatlah “segala sesuatu dari Tuhan, maka seharusnya itu kembali untuk Tuhan”.

2.      Bagaimanakah cara memanfaatkan hidup yang kita miliki ini sebagai milik Tuhan? Sebagaimana nasehat Paulus kepada Timotius kita diajarkan untuk menjalani kehidupan yang benar, antara lain: mengejar keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran, dan kelembutan (ay.11). Berhentilah memikirkan pada hal-hal yang tidak berguna seperti  bersilat lidah, cekcok dengan sesama saudara seiman, mendengki, mencederai (6:2-10). Fokuslah kepada hal-hal yang bermanfaat yakni sesuatu yang benar, hal-hal yang berguna untuk membangun persekutuan dan hal-hal yang berfaedah, supaya Tuhan dimuliakan.

Karena hidup adalah pertandingan iman, maka jalanilah hidup sesuai dengan aturan yang benar. Karena hidup adalah pertandingan iman maka lakukanlah perlombaan untuk beroleh mahkota yakni kekekalan. Memiliki motivasi yang benar ketika menjalani pertandingan iman! Bukan untuk pujian, bukan untuk kesenangan sesaat, bukan untuk memuaskan hawa nafsu dunia, tapi motivasi yang benar menjalani kehidupan dalam pertandingan iman adalah hidup kekal. Inilah motivasi yang sesungguhnya yang harus dimiliki oleh orang percaya.

Hidup adalah perlombaan, maka menangkanlah! Hidup adalah pertandingan, maka jadi juara hidup! Hidup adalah juga perjalanan, maka jalanilah! Hidup adalah kesempatan, maka raihlah! Di atas segala sesuatu, hidup adalah kepunyaan Allah kembalikanlah juga untuk Tuhan dan kemuliaan-Nya. Amin

MENDERITA KARENA IMAN PADA KRISTUS

 

2 TIMOTIUS 3:13-14

PENDAHULUAN


Surat Paulus yang kedua kepada Timotius, anak rohani Paulus bertujuan untuk memberitakan janji tentang hidup dalam Kristus Yesus (1:1).  Surat ini menjadi menarik karena ketika Paulus berbicara tentang ‘hidup’ (di dalam Kristus), dirinya sedang berada di dalam penjara untuk menanti hukuman mati dari pemerintah.  Bagaimana orang yang ‘mau mati’ berbicara tentang ‘hidup’; inilah yang menarik karena sekalipun Paulus ‘siap’ menghadapi kematian, kesiapan Paulus ini tidak dapat diterima sepenuhnya oleh orang-orang yang mengasihi dan sangat mengharapkan dirinya, termasuk Timotius (1:4).

Latar belakang inilah yang membuat kita mengerti betapa Paulus berusaha untuk menguatkan (= membesarkan) hati Timotius antara lain dengan mengatakan: “kobarkanlah karunia Allah yang ada padamu … jangan takut:  Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertibanjanganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita ikutlah menderita bagi Injil-Nya ... (1:6-8), jadilah kuat … ikutlah menderita (2:1-3), dab.

Selain itu, Paulus juga menjelaskan kepada Timotius: mengapa dia menderita supaya Timotius tidak malu bersaksi tentang Paulus, gurunya itu (1:8), antara lain: “karena Yesus telah menyelamatkan … dan memanggil … berdasarkan … maksud dan kasih karunia-Nya sendiri … dan untuk Injil yang telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa (1:8-11),” dab.  Salah satu alasan mengapa Paulus menderita ditulisnya dalam pasal 2:8-13.

 

TELAAH TEKS

Paulus menderita karena memberitakan Injil. Ia dipenjara karena melaksanakan panggilan pelayanan sebagai pemberita Firman Allah. Tapi bagi Paulus tidak menjadi masalah ia dipenjara dan dibelenggu, sebab bagaimanapun, Firman Allah tidak dapat dibelenggu (2:9).

Dalam semangat inilah P:aulus menasehati Timotius agar ia tidak pernah sedikitpun meninggalkan ajaran yang telah disampaikan Paulus kepadanya (ay.10). Timotius harus siap menderita apapun yang terjadi kalaupun dia mengalami penganiayaan Timotius harus bersedia menjalaninya sebagaimana konsekuensi dari menjadi pelayan Tuhan (ay.11).

Demikianlah konsekuensi yang harus dijalan siapapun yang beribadah kepada Tuhan dan setia kepada-Nya akan menderita penganiayaan (ay.12). Ini sejalan dengan sejarah perkembangan kekristenan pada masa itu, ketika Romawi menganiaya orang orang kristen hingga Paulus mengingatkan Timotius terhadap konsekuensi menderita karena pelayanan.

Berbeda dengan orang jahat. Terksesan mereka yang jahat akan semakin jahat dan semakin menyesatkan banyak orang (ay.13). Paulus dengan sadar mengingatkan Timotius bahwa kejahatan akan selalu ada, dan bahkan terlihat menang serta seakan lebih unggul dari kebenaran. Kelihatannya kebenaran akan selalu kalah dan kejahatan akan terus menang.

Kondisi ini akan menggoda banyak orang percaya untuk menyerah. Bagaimana mungkin berftahan dalam penganiayaan orang jahat. Kekaisaran Romawi yang sangat membenci Kekristenan pada waktu itu adalah penyebab utama gereja mengalami penederitaan yang tiada henti. Apa yang harus dilakukan? Bagaimana menghadapi kondisi yang sulit ini?

Paulus dalam ayat 14 memberikan solusi yang menarik. Timotius diminta untuk melakukan dua hal ketika menghadapi kondisi sulit untuk bertahan akibat berbagai perlakuan tidak adil, penderitaan dan penganiayaan tersebut , yaitu: pertama, tetaplah berpegang pada kebenaran yang telah diberikan Paulus kepadanya. Ajaran yang dimaksud adalah KEBENARAN supaya Timotius tidak terombang- ambing dan tetap berpegang pada kebenaran Allah walaupun menderita. Kedua, Timotius diminta mengingat siapa yang mengajarkan itu kepadanya. Sudah pasti Paulus-lah orangnya. Mengapa perlu mengingat Paulus ketika Timotius menderita karena melayani? Sebab Paulus-pun sedang menderita dalam penjara. Dengan kata lain, Timotius diminta untuk menjadikan Paulus sebagai teladan dalam pelayanan dan panutan ketika menghadapi penderitaan.

 

RELEVANSI / APLIKASI

Terdapat beberapa hal yang menjadi pokok perhatian kita pada bacaan ini untuk dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, yakni:

1.   Orang yang percaya kepada Yesus Kristus dan beribadah kepadanya tidak akan luput dari penderitaan . Ini memberikan kesan yang cukup kuat bahwa sebagai orang percaya kita harus membangun mentalitas teguh untuk siap menghadapi penderitaan oleh karena iman percaya kita kepada Kristus.

Menderita bukan hanya berarti menyongsong penderitaan, tetapi siap menderita juga berarti: mampu bertahan dari berbagai tekanan apapun, menyiapkan diri menghadapi persoalan, menyiapkan hati menghadapi tantangan. Hal ini sangat dibutuhkan terutama menghadapi berbagai perjalanan kehidupan di dunia ini entah pekerjaan, pendidikan bahkan masalah rumah tangga sekalipun.

Sebagai orang Kristen kita diminta untuk tetap teguh dan kuat. Jatuh harus bangkit lagi; menghadapi jalan buntu tetap berjuang untuk menemukan jalan keluar; bahkan mampu membuat lompatan-lompatan besar di tengah tantangan apapun yang dihadapi.

Inilah yang harus diajarkan kepada anak-anak kita, generasi generasi yang lebih muda bahwa menjadi seorang Kristen bukan menjadi seorang yang gampangan, bukan seorang yang mentalitas instan, bukan seorang yang cepat menyerah. Sebagaimana Paulus yang siap menderita dan teguh iman di dalam penjara dan sebagaimana Timotius diajarkan untuk tetap bertahan. Demikianlah dari generasi ke generasi orang percaya harus berani tampil beda yakni para pejuang yang tidak mudah menyerah pada ketidaknyamanan ataupun penderitaan.

2.      Orang jahat ada di mana-mana. Ayat 13 ini memberi pesan yang cukup kuat kepada Timotius bahwa walaupun kejahatan seakan semakin menang daripada kebaikan, dan kenyataan ini sulit diterima, Paulus mengajarkan kepada Timotius untuk tetap melakukan kebenaran. Orang banyak mungkin akan tergoda untuk berhenti melakukan kebaikan dengan anggapan toh kejahatan tetap menang. Hari ini kita diajarkan walaupun terlihat kalah, kebenaran tetaplah kebenaran. Sebab walaupun Paulus dibelenggu Firman Tuhan tidak dapat dibelenggu (2:9).

Bagian ini mau menekankan supaya orang percaya berani tampil beda. Kita harus berani mengatakan TIDAK kepada kejahatan. Bahkan lebih daripada itu Paulus mengatakan dalam Roma 12:21 bahwa kita mampu mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.

3.      Pada ayat 14, Paulus meminta Timotius untuk menjadikannya sebagai Teladan. Kita juga dipanggil sebagai orang tua untuk menjadi teladan bagi anak-anak kita. Kita harus berdiri sebagai pribadi yang benar di hadapan Allah sebagai sosok tempat di mana anak-anak mendapatkan pengajaran yang benar dan menjadikan kita sebagai figur yang diteladani.

Jadilah teladan yang baik bagi anak-anak dan bukan sebaliknya yakni menjadi batu sandungan bagi mereka. Karena kita adalah SURAT KRISTUS yang terbuka (2Kor.3:3) dan akan di “baca” oleh banyak orang, maka prilaku hidup yang layak diteladani haruslah kita miliki. Amin.

ETIKA DALAM PELAYANAN

 

1 TIMOTIUS 5:1-7

 

PENDAHULUAN


Dalam rangka menyiapkan pelayanan Timotius di jemaat Efesus, Rasul Paulus memberikan beberapa wejangan untuk menyiapkan Timotius agar mampu menjadi seorang pemimpin juga pelayan di jemaat Efesus tersebut.

Surat yang pertama ini menarik karena banyak hal hal praktis yang Paulus ajarkan kepada Timotius untuk ia lakukan mulai dari doa pada (pasal 2), syarat untuk pemilihan diaken/penatua (pasal 3), bagaimana Timotius menghadapi ajaran sesaat (pasal 4), dan menghadapi tanggung jawab pelayanan intergenerasiona (pasal 5) serta beberapa nasehat yang lain.

  

TELAAH TEKS

Pada teks bacaan kita Paulus menguraikan di pasal 5:1-7 tentang bagaimana melaksanakan pelayanan pastoral berupa teguran ataupun pendampingan kepada orang tua, orang muda bahkan beberapa status sosial seperti janda dan berbagai kategori yang lain.

Menurut Paulus, tanggung jawab Timotius untuk melaksanakan pelayanan harus mampu membedakan kategori-kategori yang ada dalam jemaat antara lain orang tua, orang muda, para janda ataupun status sosial tertentu.

1.      Kepada orangtua dan orangmuda (ay.1,2)

Bagi orang tua yang lanjut usia, cara menegur untuk mengarahkan supaya lebih baik, harus disampaikan dengan santun dan menganggap mereka sebagai bapak. Dengan kata lain Paulus mengajak Timotius untuk melakukan pendampingan kepada para lanjut usia bagaikan kepada orang tua sendiri.

Berbeda dengan para lanjut usia, untuk mendampingi para orang muda (mungkin maksudnya para mereka yang seusia Timotius, para orang tua yang belum punya cucu atau para anak anak muda), Rasul Paulus mengajak Timotius untuk melakukannya sebagai seorang saudara. Menganggap mereka sebagai seorang saudara, hendak mengajarkan kepada Timotius bahwa tanggung jawab pelayanan Timotius di Jemaat Efesus tidak dilaksanakan secara otoriter, tetapi sebagai seorang pelayan yang menganggap gereja tuhan sebagai keluarga allah.

2.        Hormati para janda (ay.3)

Janda yang dimaksud oleh Paulus adalah janda yang ada pada ay.5 yakni mereka yang benar benar janda yang ditinggalkan seorang diri dan yang menaruh harapannya kepada Allah dan bertekun dalam permohonan dan doa siang dan malam. Mengapa Paulus meminta Timotius menghormati para janda (yang benar-benar janda)? Karena perjuangan menjalani kehidupan bagi kategori janda (yang benar benar janda )ini tidaklah mudah.

Menghormati bukan hanya tunduk, tetapi juga melakukan kepedulian terhadap kondisi sulit yang dihadapi oleh janda seperti ini. Kepekaan diperlukan untuk melaksanakan ay.3 ini. Gereja Efesus yang dilayani oleh Timotius diminta oleh Paulus untuk peka terhadap kebutuhan sosial pada status-status sosial tertentu seperti kepada seorang janda yang menghadapi pergumulan yang begitu tergantung kepada Allah.

 

3.        Bedakan dengan jelas status sosial itu (ay.4-7)

Sepertinya Paulus membedakan status sosial para janda yang ada di Efesus. Pada umumnya, di seluruh negeri pada zaman gereja mula-mula di tengah budaya helenis maupun yudaisme terdapat 3 kategori janda, yakni:

-          Seorang janda yang ditinggal mati oleh suami dan anak anak (ay.5). Kondisi ini kita temukan pada kisah Naomi dan Rut dalam Perjanjian Lama. Seorang janda Israel jika ditinggal mati suaminya, maka harta kekayaan suami diturunkan kepada anaknya. Apabila ia tidak meiliki anak, maka harta kekayaan suami akan kembali ke klan suku dari suami. Bisa dibayangkan bagaimana nasib janda tersebut.

-          tetapi juga ada seorang janda yang ditinggal mati oleh suami, tapi masih memiliki anak-anak atau cucu-cucu tempat ia menggantung-kan kehidupan. Dengan tegas Paulus meminta agar Timotius menasehati anak-anak dari janda tersebut untuk merawat ibunya sebagai bentuk mereka berbakti pada orangtua.

-          Ada juga para janda dalam budaya helenis atau Yunani yang memperoleh warisan cukup besar kekayaan suaminya. Hidup mewah dan berlimpah harta, tetapi tidak memiliki kepedulian bagi sesama. Paulus meminta Timotius menegur dengan tegas cara hidup hedonis ini.


RELEVANSI / APLIKASI

Gereja dipanggil melayani dan peduli pada kondisi kondisi riil yang terjadi di tengah jemaat. Melalui teks Firman Tuhan ini, kita belajar untuk peka dan memiliki kemampuan membedakan kategori-kategori tertentu yang ada di jemaat dan cara-cara berbeda menangani persoalan dan kondisi yang terjadi dalam jemaat.

Pendampingan gereja kepada orang-orang yang membutuhkan perhatian oleh karena kondisi status sosial mereka seperti dalam bacaan kita seorang janda, tapi juga beberapa kondisi kebutuhan khusus di jemaat seperti anak yatim piatu, mereka yang memiliki kemampuan finansial yang minim, orang-orang yang tidak berdaya, ternyata oleh Paulus menjadi fokus utama pelayanan gereja di Efesus oleh Timotius. Karena itu sudah saatnya kita berbenah sebagai gereja yang peduli pada kebutuhan orang lain.

Paling tidak mulailah dari rumah untuk memperhatikan adakah orang orang tertentu yang membutuhkan uluran tangan kita sebagai perpanjangan kasih Tuhan. Kita juga dapat memulai untuk memikirkan kegiatan atau program-program tertentu di jemaat yang perlu dikembangkan secara maksimal. Misalnya d akonia orang sakit, diakonia bagi jemaat-jemaat yang membutuhkan, dan hal-hal yang lain.

Kita diajarkan juga bahwa tidak semua orang perlu dibantu. Karena ada beberapa orang yang memiliki status sosial yang sekan terlihat perlu dibantu, justru sebenarnya sangat mampu secara finansial dan bisa menolong diri sendiri. Itu berarti dia tidak membutuhkan bantuan, tetapi justru sebaliknya dapat digandeng bersama pelayanan gereja untuk menjadi alat Tuhan mengerjakan panggilan menopang dan mendampingi orang lain.

Oleh Firman Tuhan ini, kita ditegur untuk introspeksi diri. Sudahkah kita menganggap gereja sebagai keluarga Allah yang memberlakukan para lanjut usia sebagai orang tua, para muda gereja sebagai saudara dan para jemaat anak sebagai anak-anak yang perlu diayomi. Gereja bukan hanya tempat berkumpul seminggu-sekali tetapi wadah untuk mempererat kebersamaan dan persekutuan sebagai sesama saudara seiman. Gereja adalah wadah dimana berbagai kategori usia, perbedaan status sosial dapat duduk bersama dan menganggap satu dengan yang lain sebagai keluarga.

KEANGKUHAN RAJA BELSYAZAR

  DANIEL 5:21-30     Pendahuluan Nama Daniel adalah nama dari orang Ibrani yakni dani’el yang berarti Allah adalah Hakim-ku . Ia terk...