Tuesday, September 3, 2024

PENGORBANAN DALAM PELAYANAN 1 TESALONIKA 2:7-9

                                                                 1 TESALONIKA 2:7-9
BAHAN PERSIAPAN IBADAH KELUARGA

11 September 2024

 

PENGANTAR

Apakah hubungan antara Paulus dengan jemaat Tesalonika? Kota Tesalonika adalah ibukota dari Makedonia yakni salah satu provinsi Kerajaan Rowawi yang sangat makmur. Kisah Tesalonika mengenal dan menerima Tuhan Yesus dimulai dari kehadiran Paulus dan Silas di sana (Kisah 17:1-4). Kehadiran Paulus dan Silas di Tesalonika inipun disebabkan karena perbuatan tidak menyenangkan yang dialmi mereka ketika mengabarkan Injil di Filipi (Kisah 16:19-40).



Menarik jika membaca kisah pekabaran Injil Paulus di Tesalonika. Kisah sukses dialami di sana sebab yang menerima Injil bukan hanya orang Yahudi, melainkan juga para pembesar provinsi Makedonia yang berada di Tesalonika yakni orang Yunani dan para perempuan terkemuka (Kisah 17:4).

 

Walaupun pekabaran Injil di Tesalonika terbilang sukses, tidak berarti tidak ada masalah. Beberapa anggota jemaat terhasut omongan kelompok tertentu yang memecah bela mereka secara khusus yang meragukan ketulusan dan kemurniaan pengorbanan Paulus bagi Injil Yesus Kristus. Hal ini tergambar kuat dalam bacaan kita yakni 1 Tesalonika 2:7-9.

 

TELAAH TEKS

Untuk memahami 1 Tesalonika 2:7-9, kita perlu memeriksa perikop ini secara utuh, yakni mulai pada ayat 1. Beberapa pokok penting yang menjadi perhatian khusus adalah:

 

1.       Motivasi yang benar melayani Tuhan (ay.1-6)

Agaknya beberapa hasutan yang dituding kepada Paulus dan tim Pekabaran Injilnya itu adalah seputar integritasnya sebagai pelayan Tuhan. Beberapa isu yang dikembangkan adalah penyesatan, kemurnian pengajaran, tipu daya (ay.3), dan kemunafikan serta mencari keuntungan pribadi (ay.5).

 

Mendapati kondisi ini, Paulus berusaha melakukan klarifikasi dan menyatakan kebenaran penting yaitu: bahwa pelayanan ini dikerjakan atas pertolongan Allah yang memberikan keberanian untuk mengerjakannya. Sebab bagaimana mungkin ini penyesatan dan kemunafikan jika kondisi itu justru membuat mereka harus berjuang dengan berat? Justru karena motifasi untuk Tuhan sajalah maka walau berat, hal itu tetap dilakukan. (ay.2)

 

Bukan keserakahan dan kemunafikan yang dikerjakan Paulus, atau demi kebanggaan diri ia melakukannya, namun justru dalam kehinaanya Tuhan telah melayakkannya mengerjakan panggilan itu demi menyenangkan Tuhan (ay.4). Perhatikanlah motivasi penting ini, demi menyenangkan Allah yang menguji hati (ay.4). Dengan kata lain, Paulus memaklumi bahwa berita kebenaran tidak selalu menyenangkan manusia. Namun karena tujuan utama bukan untuk menyenangkan manusia tetapi untuk Tuhan, kebenaran itu harus tetap disampaikan.

 

2.       Reaksi yang tepat menghadapi musuh (ay.7-8)

Mendapatkan fitnah dan ujaran kebencian seperti itu, seharusnya sebagai korban, Paulus akan bereaksi kalap dan marah sambil membela diri. Pada ayat 7 kita menemukan hal berbeda. Dia berusaha merangkul dengan penuh keramahan setiap orang bagaikan seorang ibu yang mengasuh anaknya. Menyiram api dengan bensin, justru akan menjadi petaka. Paulus sangat bijak pada kondisi ini. Dia sangat mengerti ada kelompok yang membenci dan menyukainya. Semua dilakukan dengan kasih sayang yang besar dan pengorbanan yang tinggi (ay.8).

 

Mengapa pengorbanan yang tinggi? Pada ay.8 kita menemukan bahwa Paulus bukan saja hanya datang memberitakan Injil tetapi juha hidup bersama mereka. Itulah sebabnya dugaan cukup kuat bahwa Paulus berada di Tesalonika bukan dalam waktu yang pendek. Jika Paulus menyebut membagikan hidup kami (bukan hanya membagikan injil) pada ayat 8, hal ini sangat mungkin menunjukkan bahwa Paulus turut menderita bersama dengan jemaat di Tesalonika.

 

Paulus turut merasakan dalam berbagai kondisi tidak nyaman yang diderita jemaat Tesalonika. Adalah suatu keuntungan bagi Paulus dan tim PI nya jika segera tingalkan Tesalonika. Ia memilih bertahan dengan semua orang termasuk yang membencinya, karena mereka dikasihi Paulus. Taburan kebencian yang ia terima, dibakas dengan limpahan kasih dan kepedulian.

 

3.       Bukan keserakahan tetapi pengorbanan (ay.9)

Paulus dituding serakah. Kemungkinan besar berhubungan dengan menerima upah dari pemberitaan Injil. Dalam 1 Korintus 9:13-14 kita menemukan pernyataan yang menarik: Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu”. Bahwa menerima upah dari pemberitaan Injil adalah hal yang ditentukan Allah. Pernyataan ini kemungkinan dirujuk Paulus dalam tradisi Yahudi (Ulangan 18:1).

 

Apakah Paulus menggunakan hak Rasul itu, yakni menerima upah? Kita menemukan bahwa Paulus tidak pernah mau mengambil hak itu (1Kor.9:15). Hal ini terkonfirmasi pada ayat 9 bacaan kita: “... sementara kami bekerja siang dan malam, supaya jangan menjadi beban...”. Teks ini menunjukkan bahwa biaya kehidupan Paulus tidak diperoleh dari upah memberitakan Injil, melainkan dari kerja kerasnya. Itu berarti ada pekerjaan lain yang dilakukan Paulus. Menurut Kisah Rasul 18:2,3 Paulus adalah seorang pengusaha. Ia berbisnis Tenda untuk kelangsungan hidup sekaligus digunakan membiayai pelayanannya.

 

Paulus tidak mengambil keuntungan (serakah) dalam pelayanannya itu. Justru sebaliknya bahwa pekerjaannya menopang pelayanannya. Ia justru berkorban banyak hal demi kelangsungan pelayanan bagi Tuhan dapat tetap terlaksana. Bagi Paulus “bekerja siang dan malam” lebih penting dan berarti dari pada “menjadi beban bagi siapapun juga” (ay.9). Ini bukan keserakahan, melainkan pengorbanan yang tulus seorang pelayan. Pelayanan yang gemilang adalah yang dilakukan dengan penuh pengorbanan dan bukan demi keuntungan.

 

APLIKASI DAN RELEVANSI (bahan diskusi dalam persiapan)

Silakan membuat penerapan atau relevansi khotbah berdasarkan uraian 3 pokok penting dalam tafsiran di atas.

 

 

1 TESALONIKA 1:8-10 BUAH DARI KETELADANAN

 1 TESALONIKA 1:8-10
BAHAN PERSIAPAN IBADAH PELKAT PKP

10 September 2024

 

PENGANTAR

Apakah hubungan antara Paulus dengan jemaat Tesalonika? Kota Tesalonika adalah ibukota dari Makedonia yakni salah satu provinsi Kerajaan Rowawi yang sangat makmur. Kisah Tesalonika mengenal dan menerima Tuhan Yesus dimulai dari kehadiran Paulus dan Silas di sana (Kisah 17:1-4). Kehadiran Paulus dan Silas di Tesalonika inipun disebabkan karena perbuatan tidak menyenangkan yang dialmi mereka ketika mengabarkan Injil di Filipi (Kisah 16:19-40).

Menarik jika membaca kisah pekabaran Injil Paulus di Tesalonika. Kisah sukses dialami di sana sebab yang menerima Injil bukan hanya orang Yahudi, melainkan juga para pembesar provinsi Makedonia yang berada di Tesalonika yakni orang Yunani dan para perempuan terkemuka (Kisah 17:4).

Tapi tidak semua berjalan lancar, penolakan dilakukan oleh beberapa kalangan Yahudi yang menjadi provokator sehingga terjadi kerusuhan dan akhirnya Paulus dan timnya menuju Berea (Kisah.17:10). Berapa lama Paulus dan Tim berada di Tesalonika, tidak disebutkan. Tetapi sangat mungkin cukup lama sehingga kita menemukann dalam bacaan kita bahwa Paulus memiliki hubungan emosional yang erat dengan jemaat Tesalonika. Mari perhatikan lebih jauh bacaan kita saat ini.

 

TELAAH TEKS

Teks pada ayat 8-10 sebaiknya dipahami mulai dari ayat 1 surat 1 Tesalonika agar keutuhan pemahaman dapat kita peroleh. Beberapa pokok penting yang menjadi perhatian khusus adalah:

 

1.       Hubungan Erat Pelayan dan Jemaat (ay.1-5)

Perhatikan cara Paulus menulis pembuka surat ini. Setelah menyebut diri sebagai penulis surat dan salam rasuli (ay.1), Kita menemukan suasana penuh kasih diucapkan Paulus: “Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu dan mengingat kamu dalam doa kami”. Paulus membangun hubungan khusus dengan jemaat yang ia layani. Relasi ini bukan karena mencari keuntungan, melainkan karena kondisi rohani. Hal ini terlihat kuat pada ay.4 yakni Tesalonika telah dipilih Allah secara khusus.

 

Bagaimana Paulus menjaga relasi dengan jemaatnya agar iman mereka tetap terpelihara? Paulus mengingat tentang pekerjaan iman mereka, usaha kasih mereka, dan ketekunan pengharapan mereka (ay.2). Apakah itu? Apa pusat perhatian dan ingatan Paulus tentang jemaat Tesalonika? Hal-hal positif tentang Tesalonika itulah yang diingat Paulus.

 

Padahal Paulus dapat juga memilih mengingat keburukan Tesalonika, bukan? Tentang bagimana penolakan beberapa orang waktu Paulus dan timnya melakukan penginjilan di sana? Bukankah hal itu cukup menyakitkan untuk di kenang? Paulus memilih mengingat hal positif. Yang ia ceritakan dan bagikan tentang Tesalonika adalah hal-hal yang baik untuk membangun iman mereka.

 

2.       Reaksi penerima Injil (ay.6-7)

Sebagai jemaat penerima Injil, ternyata Tesalonika bertumbuh dan berbuah lebat bagi kemuliaan Tuhan. Mereka mengikuti teladan yang diajarkan justru ketika mereka dalam penderitaan (ay.6). Kemungkinan besar jemaat Tesalonika sedang mengalami kondisi tidak nyaman karena iman “yang baru” itu. Namun mereka tidak menjadi goyah. Bahkan hal yang sangat mengagumkan adalah mereka berhasil menjadi teladan bagi banyak orang (ay.7).

 

Iman yang bertumbuh dan berbuah dari jemaat Tesalonika ini terlihat dari kemampun mereka bertahan iman di tengah kondisi buruk dan penuh dengan penderitaan. Jemaat ini mampu bersinar justru ketika sedang berada di tengah badai yang mengamuk. Api pelayanan mereka tidak padam di tengah gelap yang pekat sekalipun. Tidak heran jika Makedonia dan Akhaya terkagum-kagum dan menjadikan ini sebagai teladan dan kesaksian iman (ay.7).

 

3.       Buahmu dinikmati banyak orang (ay.8-10)

Ternyata Tesalonika tidak perlu “menyombongkan” kisah iman mereka; dan Paulus tidak perlu “mengumbar” kisah sukses penginjilannya. Mengapa? Kisah perjuangan Iman jemaat Tesalonika menjadi inspirasi banyak orang. Bukan hanya Makedonia dan Akhaya, bahkan tersebar ke semua tempat (ay.8). Buah dari iman Tesalonika “dipetik” dan dinikmati oleh banyak orang.

 

Hal-hal baik tentang Tesalonika tersebar dari mulut ke mulut dan menjadi cerita berantai yang menarik perhatian banyak orang (ay.9). Hampir mustahil meninggalkan tradisi nenek moyang mengenai penyembahan berhala. Namun Tesalonika melakukannya dan itu sangat menggemparkan. Mereka tidak lagi melayani allah dari benda mati, mereka tidak lagi memberi tubuh mereka pada proses “persundalan suci” ala menyembahan berhala. Hal-hal dunia yang mengasikkan itu ditinggalkan jemaat Tesalonika. Mereka hidup baru. Mereka berbuah lebat dan berlimpah untuk dinikmati banyak orang.

 

Bukan hanya itu saja, mereka siap menderita sambil menanti kedatangan Yesus Kristus (ay.10). Kapankah Tuhan Yesus itu datang kembali? Surat yang ditulis sekitar tahun 70 M ini menarik untuk dihubungkan dengan kisah kesetiaan iman mereka. Hingga mereka meninggal Tuhan Yesus belum datang kembali. Bahkan hingga surat ini kita baca, 2000 tahun kemudian, Kristuspun beluam datang untuk menghakimi mereka yang bersalah. Tapi jemaat Tesalonika tetap tekun dalam penderitaan. Padahal hal ini tidak logis dan bertentangan dengan hal-hal logika pada ajaran Filsafat yang digandrungi pada masa itu. Kesetiaan mereka menjadi sesuatu yang layak diteladani dan dikagumi.

 

APLIKASI DAN RELEVANSI (bahan diskusi dalam persiapan)
Silakan aplikasikan Firman Tuhan ini ini berdasarkan 3 pokok bahan tafsiran di atas.

Friday, June 28, 2024

Kisah Para Rasul 4:32-37

 MEMBANGUN KEBERSAMAAN                                  
Kisah Para Rasul 4:32-37                                                         

 

Pengantar

Perikop ini adalah catatan sejarah mengenai bagaimana orang yang telah percaya (kepada Yesus)  itu pada awalnya membentuk suatu kumpulan, yang kemudian hari dikenal sebagai persekutuan orang percaya atau gereja.  Kumpulan orang yang telah menjadi percaya yang di catatan dalam Kisah Para Rasul ini disebut juga sebagai jemaat mula-mula atau gereja perdana.  Ada juga yang menyebutnya dengan istilah gereja purba.  Pada masa ini, karakteristik gereja masih sangat komunal, yaitu yang menjunjung tinggi kebersamaan, belum berbentuk organisasi terstruktur seperti yang dicatat dalam perikop ini.

 


Pemahaman Teks


4:32        Ayat ini menjelaskan dasar filosofis dari persekutuan jemaat yaitu sehati dan sejiwa ... mengesampingkan individualitas karena mengusung semangat kebersamaan.


4:33        Pimpinan dari persekutuan ini adalah rasul-rasul yang tugas utamanya bukan mengatur persekutuan tetapi bersaksi tentang kebangkitan Tuhan Yesus.  Sekalipun demikian, persekutuan ini bukannya menjadi kacau (karena para pemimpinnya hanya sibuk melayani firman bukan mengatur) tetapi malah hidup dalam kelimpahan (4:34:  tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka).  Hal ini didukung oleh ‘kesadaran’ jemaat yang:


4:34-35  rela menjual kepunyaan mereka lalu hasilnya dipersembahkan kepada Tuhan baru dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.


4:36-37 Ada juga seorang Lewi, yang bukan berasal dari antara mereka tetapi dari pulau Siprus bernama Yusuf (yang kemudian hari disebut Barnabas oleh rasul-rasul) ikut berpartisipasi dengan menjual ladang, miliknya demi menopang kehidupan bersama.

 

Renungan dan Penerapan

Cara hidup jemaat mula-mula dinilai sebagai cara hidup yang ideal dalam suatu persekutuan, yaitu ketika semua orang percaya hidup bersama, sehati sejiwa, saling berbagi kepunyaan dan saling memperhatikan satu sama lain.  Akan tetapi, cara hidup seperti ini tentu tidak lagi dapat diterapkan sepenuhnya dalam kehidupan bergereja di masa kini karena (sebagai salah satu contohnya): berdasarkan alasan masing-masing, tidak seorang pun dari kita yang rela menjadikan harta miliknya menjadi kepunyaan bersama atau dipakai (tanpa imbalan) oleh setiap orang di persekutuan gereja (bnd. 4:32).  Kalaupun ada di antara kita yang menyerahkan tanah atau rumah pribadi untuk dijadikan tempat ibadah (gereja), hal ini tidak diikuti oleh yang lain (bnd. 4:34: ‘semua orang’  ...).  Perbedaan ini tentu disebabkan oleh keadaaan dan situasi yang sangat jauh berbeda antara jemaat mula-mula dengan jemaat masa kini.  Lagipula, Kisah Para Rasul pun tidak mencatat informasi mengenai: sampai berapa lama jemaat mula-mula hidup dengan cara seperti ini karena pada kenyataannya, kalau bukan karena situasi dan kondisi tertentu, tidaklah mungkin seseorang/ sekeluarga dapat hidup bersama-sama (=beramai-ramai) dengan orang/ keluarga lain selamanya.

Walaupun keadaan dan situasi yang sangat jauh berbeda antara jemaat mula-mula dengan jemaat masa kini, gagasan untuk membentuk suatu persekutuan yang ‘sehati sejiwa’ itu harus diwujud-nyatakan.  Sekalipun di dalam gereja, kita semua memiliki kerinduan untuk dapat ‘sehati sejiwa’ namun pada kenyataannya, mempersatukan orang-orang yang berbeda merupakan hal yang tidak mudah.  Pemahaman setiap orang tentang ‘sehati sejiwa’ pun seringkali tidak sama.  Yang disebut ‘sehati sejiwa’ itu terkadang adalah orang-orang yang sependapat sedangkan yang berbeda langsung dilihat sebagai ‘orang lain’.  Akhirnya, bukannya menjadi persekutuan dengan banyak anggota malah menjadi persekutuan dengan banyak kelompok.  Hadirnya kelompok-kelompok dalam persekutuan gereja seringkali tidak bisa dihindarkan (kelompok berdasarkan daerah asal, berdasarkan persamaan minat, kelompok arisan, dll).  Lalu bagaimana kita mengartikan ‘sehati sejiwa’?  Mari belajar dari perikop ini:

Orang bijak menyadari bahwa tidak ada sahabat yang setia maupun musuh yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan bersama.  Maksudnya:  yang tadinya sahabat, satu kali bisa menjadi musuh; yang semula bermusuhan bisa menjadi sahabat tergantung dari apa kepentingannya.  Dalam perikop ini, semua orang yang telah menjadi percaya memiliki kepentingan bersama yaitu menjadi saksi akan kebangkitan Kristus (4:33) dan hidup bersatu dalam kasih sebagai tanda bahwa mereka adalah murid Yesus (Yoh 17).  Selama mereka memiliki kepentingan yang sama, mereka akan selalu berusaha untuk mewujudkan kepentingan itu.  Topik percakapan pertama:  jika kita hendak mewujudkan suatu persekutuan yang ‘sehati sejiwa’, kepentingan bersama apa yang seharusnya menjadi dasar persekutuan kita?

Demi mewujudkan kepentingan bersama itu, jemaat mula-mula rela menjual harta milik/ kepunyaannya.  Topik pertanyaan kedua:  apa yang membuat kita sering kali tidak dengan rela menjadikan harta/ kepunyaan kita dipakai bersama demi pelayanan gereja.

 

Penutup

Mari kita perhatikan apa yang sebenarnya mereka lakukan: 4:34-35  mereka menjual kepunyaan mereka lalu hasilnya dipersembahkan kepada Tuhan baru dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.  Mereka tidak menjual harta kepunyaan mereka lalu membagi-bagikan kepada orang lain secara ‘membabi buta’ tetapi hasil dari penjualan mereka terlebih dahulu diserahkan kepada Tuhan.  Apa yang mereka serahkan/ persembahkan kepada Tuhan itulah yang pada akhirnya menjadi berkat bagi orang lain (Mrk 8:6).  Pemahaman inilah yang harus kita hayati dan berlakukan bahwa apapun yang dengan rela dan sukacita diserahkan kepada Tuhan (2Kor 9:7) akan menjadi sesuatu yang mencukupkan kebutuhan orang lain.

PENGORBANAN DALAM PELAYANAN 1 TESALONIKA 2:7-9

                                                                  1 TESALONIKA 2:7-9 BAHAN PERSIAPAN IBADAH KELUARGA 11 September 2024 ...