MATIUS 19:23-26
SULIT BUKAN BERARTI TIDAK BISA
Bahan Khotbah Ibadah PKP
Kamis, 26 Juli 2018
Pendahuluan
Kisah ini merupakan
lanjutan dari ayat 16-22 tentang seorang muda yang kaya, yang datang kepada
Yesus mengenai bagaimana sesungguhnya dapat beroleh hidup yang kekal. Yesus
menjawab dia dengan memintanya melakukan semua perintah Allah (ay.17-19) dan
ternyata semua itu sudah ia lakukan (ay.20). Itulah sebabnya Yesus
menyarankannya untuk menjual seluruh kekayaannya, memberikan kepada orang
miskin dan kemudian mengikuti Yesus (ay.21). Tetapi rupanya ia tidak bersedia
melakukannya (ay.22), dengan alasan hartanya begitu banyak.
Telaah Perikop
Terdapat beberapa
pokok penting dari ayat 23-26 bacaan kita saat ini untuk menjadi perhatian kita
bersama, yakni:
1. Kekayaan menghalagi kehidupan
Kekal (ay.23)
Menurut
Yesus, sukar sekali bagi orang kaya untuk masuk ke dalam kerajaan Sorga
(ay.23). Teks ini tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa semua orang kaya pasti
tidak akan masuk kerajaan Sorga. Sehingga banyak orang menyangka bahwa menjadi
kaya adalah dosa di hadapan Tuhan. Pemahaman seperti ini tidaklah benar.
Jika
memperhatikan ayat-ayat sebelumnya, kita akan dengan mudah memahami pernyataan
Tuhan Yesus ini. Ketika Yesus meminta orang muda yang kaya ini untuk menjual
hartanya, maka ia pergi dengan sedih, karena banyak hartanya (ay.22). Apa
artinya? Rupanya si kaya ini terlalu terikat pada kekayaannya dan menjadikan
kekayaan sebagai sumber dari segala kehidupannya bahkan lebih memilih untuk
tinggalkan Yesus dan tidak mengikutiNya demi menjaga agar kekayaannya tetap ada
dan tak berkurang.
Dari
pemahaman ini kiranya menjadi jelas bahwa kekayaan, jika menjadi fokus hidup,
akan menggiring orang pada kebutaan rohani sehingga ia tidak melihat
keselamatan yang dianugerahkan. Sebab menurut Mat.6:21 “di mana hartamu berada, di situ
juga hatimu berada”. Hal ini berarti jika orang lebih mencintai harta
di dalam hatinya, maka tidak mungkin ia mengasihi Tuhan dan berkorban untukNya.
Jika itu terjadi maka, kekayaannya telah menjadi penghalang baginya untuk
beroleh hidup kekal.
2. Sukar bukan berarti tidak
bisa (ay.24)
Yesus
berkata: “lebih mudah seeokor unta masuk melalui lubang jarum dari pada seorang
kaya masuk ke dalam kerajaan Allah” (ay.24). Kita barangkali bertanya: “bagaimana mungkin ada seeolor unta masuk
lubang jarum? Bukankah benangpun sukar?” Lubang jarum yang dimaksud bukanlah jarum jahit yang ada
lubangnya. Jika demikian, jangankan unta, semutpun akan sukar melaluinya.
Di
pintu gerbang Israel terdapat dua pintu. Pertama,
pintu gerbang besar, yang biasanya
dipakai oleh orang-orang yang lewat jika menggunakan binatang yang ditumpangi
atau membawa barang yang bertumpuk tinggi dan atau jika dengan rombongan besar.
Kedua, pintu gerbang kecil. pintu ini terletak di tengah pintuh gerbang besar,
yang biasa disebut dengan anak pintu. Ukurannya hanya setinggi manusia dewasa
yang paling banyak bisa dilewati dua orang sekaligus ketika berjejer. Jadi jauh
lebih kecil dibanding gerbang yang bebar itu. Gerbang kecil ini biasa disebut dengan lubang jarum atau jalur untuk manusia
lewat dan bukan unta yang penuh barang.
Apakah
unta bisa lewat. Jawabnya bisa. Tetapi perlu dipaksa, dibantu dorong dan tanpa
membawa beban atau barang. Jika Yesus menyebut orang kaya sukar masuk ke dalam
kerajaan sorga, tidak berarti tidak bisa, melainkan masih dapat diupayakan.
Sebagaimana unta akan ditanggalkan barang bawaan, lalu di dorong atau ditarik
oleh orang lain, maka demikian juga orang kaya itu. Ia harus bersedia merelakan
barang bawaannya (kekayaannya) untuk ditanggalkan, lalu kemudian dibantu oleh
orang lain untuk di dorong atau di tarik sehingga lolos melewati lobang jarum
tersebut.
Hal
ini memberi makna, bahwa walaupun sukar, seorang kaya yang amat tergantung pada
kekayaannya masih tetap memiliki peluang untuk menemui kekekalan hidup jika ia
ia sadar bahwa harta bukan segala-galanya dan kemudian rela untuk
melepaskannya.
3. Segala sesuatu mungkin bagi
Allah (ay.26)
Mungkin
ada kita yang bertanya: Apakah ada orang kaya yang mau melepaskan hartanya? Mustahil
bukan? Bagi kita mustahil, tapi tidak bagi Allah. Tuhan punya banyak cara untuk
menggiring orang yang terpaut pada hal-hal duniawi untuk tertarik dan kemudian
fokus pada hal-hal yang rohani.
Tuhan
juga bisa memakai kita untuk menjadi alat bagi mereka yang mencintai perkara
duniawi agar kemudian lebih bergantung kepada Kristus yang empunya segala
sesuatu termasuk harta dan kekayaan di dunia ini.
Relevansi dan Aplikasi
1.
Menjadi kaya bukan dosa. Bekerja
untuk memperoleh keayaan bukanlah suatu kesalahan. Tetapi jika kita menjadikan
kekayaan sebagai segala-galanya dalam kehidupan ini sehingga Tuhan diabaikan,
maka itulah dosa dan kesalahan.
Bukankah
banyak kisah yang kita baca dan dengar mengenai hancurnya kehidupan perkawinan
dan rusaknya pergaulan anak-anak justru disebabkan dari upaya mengengejar
kekayaan? Sebut saja misalnya: sibuknya orang tua bekerja, anak-anak tidak
mendapat perhatian dan akhirnya lari mencari perhatian ke orang lain yang
menjerumuskan masa depan mereka; suami yang terlalu sibuk bekerja atau istri
yang sibuk berkarir, tetapi lupa memperhatikan pasangan masing-masing, akhirnya
membawa malapetaka ketika pasangannya memperoleh perhatian dari orang lain.
Bukankah
juga sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak orang Kristen yang tidak dapat
aktif beribadah, di hari Minggu sekalipun oleh karena “tidak punya waktu” lagi
akibat keseibukan ditempat kerja? Inilah yang dimaksud oleh Tuhan Yesus.
Kekayaan seharusnya dipakai untuk menciptakan suasana harmonis, rukun dan damai
dan menjadi kesaksian bagi kemuliaan Tuhan dan bukan sebaliknya.
2.
Selalu ada kesempatan bagi setiap
orang untuk merubah diri mereka dari ketergantungan kepada harta benda dan
kekayaan mereka. Memang sulit, tetapi bukan berarti tidak bisa. Mulailah untuk
mengubah fokus hidup bukan pada kehidupan duniawi; jadikan kekayaan sebagai
sarana dan bukan tujuan utama. Sebab tujuan utama kita adalah demi kemuliaan
Allah; harta benda hanya alat dan atau saranya.
Bukankah
Tuhan Yesus telah mengingatkan: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu
akan ditambahkan kepadamu” (Mat.6:33). Perhatikanlah bahwa Yesus tidak
berjanji untuk memberikan sesuatu
jika kita mencari kerajaan Allah, melainkan ia berjanji menambahkan apa yang sudah ada bagi kita. Artinya, jika kita lebih
condong hati ke Kerajaan Allah maka segala hal yang kita miliki semakin
bertambah. Bukankah ini berarti bahwa Harta bukan segala-galanya?
Kiranya kita
dimampukan untuk menjadikan Allah yakni Bapa kita di dalam Yesus Kristus
sebagai pusat dari segala sesuatu dan bukan harta kekayaan kita. Amin.
No comments:
Post a Comment