ROMA
2:15-16 (sebaiknya dibaca dari
ayat 12)
Bapak-bapak kekasih Kristus
Ada perkataan bijak yang
berbunyi: “Persepsi membentuk kenyataan. Pikiran kita membentuk sudut pandang kita
sendiri. Apa yg kita yakini, akan semakin
terlihat oleh kita sebagai kenyataan”. Arti dari kalimat ini adalah apapun yang sudah kita anggap sebagai
suatu kebenaran, walaupun sebenarnya itu adalah suatu kesalahan, namun jika
tetap diyakini benar maka akan terlihat sebagai kenyataan yang benar. Siapun
yang membantah kita dan membuktikan bahwa itu salah, tidak akan dapat kita
terima dan terus menganggap bahwa kitalah yang benar.
Kondisi
inilah yang dialami oleh jemaat Kristen Yahudi yang berada di Roma. Pada pasal
1:18-32, Paulus menyebut tentang warga non Kristen yang masih menyembah berhala
dengan prilaku dosa mereka. Ada macam-macam dosa dan prilaku tidak benar yang
didaftarkan Paulus pada pasal 1:25-30. Lebih parahnya lagi, mereka yang tidak
percaya pada Yesus Kristus ini tetap hidup dalam dosa dan tidak bertobat.
Bahkan mereka justru pula menyetujui perbuatan tidak benar itu jika dilakukan
oleh orang lain (1:32).
Selanjutnya, pada pasal
2:1-11, Paulus mengecam orang Kristen Yahudi yang menghakimi orang2 penyembah
berhala itu. Mengapa hal itu di kecam Paulus? Orang Yahudi pada zaman itu
selalu menganggap diri merekalah yang paling benar dipanding orang kafir atau
non-Yahudi. Bahkan dalam Galatia 2:15 kita menemukan pernyataan bahwa selama
mereka terlahir Yahudi mereka pasti benar. Inilah yang saya maksudkan dalam
pembukaan khotbah tadi. Bahwa perspektif mereka tentang kebenaran membuat
mereka meyakini segala hal yang dianggap benar padahal salah. Paulus dengan
berani mengecam hal itu.
Kaum Yahudi seakan-akan berhak mengadili dalam hal kebenaran,
dan mereka selalu berbuat demikian karena marasa diri benar bahkan paling benar
dari yang lain. Ayat 1 ini membuat 3 kali kata menghakimi, Yunani, krinô.
Kata ini berarti memberikan penilaian yang tidak menyenangkan berupa mengecam atau
mencari kesalahan. Orang Kristen Yahudi di Roma berusaha mencari
kesalahan para penyembah berhala itu dari sisi bahwa mereka tidak mengenal
hukum Taurat. Karena itu bagi orang Yahudi mereka tetaplah benar sebab mereka
mengenal Taurat dengan baik. Hal ini
jelaslah keliru. Sebab Paulus melihat bahwa mereka sendiri yakni orang Kristen
Yahudi (ay.3-4) justru melakukan dosa yang sama dengan penyembah berhala, namun
merasa tetap benar sebab mereka mengenal Taurat dengan baik
Bapak-bapak kekasih Kristus
Pada bacaan kita inilah yakni
mulai ayat 12-16, Paulus menyanggah pemahaman yang keliru tersebut. Ada
beberapa uraian penting yang disampaikan Paulus sebagai suatu pengajaran yang
berguna bagi kita saat ini mengenai pijakan kebenaran yang keliru dari orang
Yahudi, yakni:
1.
Perhatikan
ayat 13 pada pasal 2. Paulus menekankan bahwa orang Yahudi tidak
diselamatkan karena menjadi pendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah,
tetapi orang yang melakukan hukum Taurat itulah yang akan dibenarkan. Itulah
sebabnya pada ayat 6 sebelumnya, Paulus menyebut bahwa Tuhan akan membalas
setiap orang berdasarkan perbuatan mereka.
Maksudnya
mendengar/mengenal saja tidak cukup namun mereka harus melakukan hukum Taurat
secara keseluruhan. Orang Yahudi tidak mendapat hak keistimewaan dengan hanya
mendengar/ mengenal hukum Taurat, namun mereka harus melakukannya, sebab
pengenalan mereka akan hukum Taurat mengakibatkan penghakiman atas mereka itu
didasarkan atas hukum Taurat.
Pemahaman
ini sangatlah penting. Bahwa kedekatan dengan Tuhan, rajin membaca dan
mendengarkan Taurat tidaklah menjamin seeorang itu menjadi pribadi yang benar.
Kebenaran pada model seperti ini lebih tepat disebut dengan kemunafikan. Sebab
mereka hanya mendengar dan mengenal Taurat namun tidak mengerjakannya. Firman
bukan hanya didengar, melainkan perlu dilakukan. Itulah sebabnya perubahan
hidup harus terjadi saat mendengar Taurat. Inilah yang tidak dilalukan oleh
orang-orang Yahudi tersebut.
2.
Perhatikan
ayat 12 bacaan kita. Oleh karena ukuran kebenaran yang dipakai oleh orang
Yahudi adalah ukuran hukum Taurat, maka penghakiman terhadap mereka akan
dilakukan menurut kaidah hukum Taurat. Jika hukum Taurat mengatakan dilarang
membunuh, namun mereka membunuh; maka mereka disebut sebagai pelanggar hukum
Taurat. Itulah sebabnya bahwa mereka akan binasa di dalam tuduhan aturan hukum
Taurat atau istilah yang Paulus pakai “dihakimi oleh hukum Taurat”.
3.
Bagaimana
dengan orang yang tidak mengenal hukum Taurat atau yang tidak menggunakan hukum
Taurat sebagai landasan ukuran kebenaran mereka? Paulus mengatakan bahwa mereka
akan dihakimi tanpa ukuran hukum Taurat. Jika mereka berdosa, maka ukuran
ketidak-berdosaan mereka menggunakan standar bukan berdasarkan hukum
Taurat. Lalu ukuran apa yang dipakai? Paulus
menyebut dalam ayat 15 bahwa ukuran yang dipakai adalah ukuran “suara hati”.
Istilah Suara Hati,
berasal dari bahasa Yunani, Suneidêsis,
yang berarti: kesadaran tentang kesusilaan, pengetahuan tentang nilai etis dari
suatu perbuatan. Suara hati inilah yang akan menuntun seseorang mengetahui
kebenaran. Dalam Keyahudian hanya hukum Tauratlah yang dapat menuntun seseorang
mengetahui benar dan salah. Kepatuhan pada hukum Taurat membuat orang hidup
dalam kebenaran. Bagaimana dengan mereka yang non-Yahudi yang tidak memiliki
Taurat. Mereka ini dituntun oleh suara
hati mereka. Suara hati mereka inilah yang menjadi hukum Taurat yang harus
mereka taati supaya hidup dalam kebenaran.
Dengan
demikian setiap orang yang tidak mengenal hukum Taurat-pun secara naluriah akan
dapat menilai perbuatan dan etika mereka, inilah yang dimaksud dalam ayat 14-15
mengenai "dorongan diri
sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat". Orang-orang yang
bukan yahudi mempunyai patokan internal yang ditempatkan Allah di dalam hati
mereka yang disebut dengan suara hati.
Patokan internal ini merupakan dasar bagi tanggapan suara hati mereka dan bagi
penalaran mereka untuk menilai sesuatu itu benar atau tidak.
4.
Pada ayat
16 bacaan kita Paulus menutup dengan keyakinannya bahwa Kristus Yesus kelak
akan menghakimi segala sesuatu dalam hati yang kita sembunyikan sekalipun.
Artinya, Paulus tahu bahwa orang bisa saja mengabaikan suara hatinya untuk
tidak melakukan dosa. Orang juga bisa memanipulasi suara hati sendiri dan
menetralisirnya supaya tidak merasa berdosa. Orang bahkan bisa membungkamkan
suara hatinya supaya dapat leluasa berbuat dosa.
Namun Paulus mengingatkan bahwa apapaun yang berhasil
disembunyikan dalam hati, dapat dengan mudah dikatahui Allah yang kemudian
menghakimi segala hal yang tersembunyi itu dalam otoritas Hakim Maha Adil yakni
Kristus Yesus. Manusia tidak bisa menyembunyikan apapun di hadapan Allah
termasuk isi hati mereka.
Bapak-bapak kekasih Kristus
Dari Firman Tuhan ini kita dapat belajar bahwa penghakiman
Allah bersifat adil. Orang yang mengeraskan hati tidak mau bertobat akan binasa
oleh murka Allah (ayat 5, 8). Orang yang bertobat dan meninggalkan dosa, lalu
tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan, dan ketidakbinasaan akan
memperoleh hidup kekal (ayat 7). Tekun berbuat baik berarti hidup berpusatkan
Allah. Mencari kemuliaan berarti menjaga kesucian yang sudah dianugerahkan
Allah. Mencari kehormatan artinya hidup berkenan kepada-Nya. Mencari
ketidak-binasaan artinya fokus pada hal-hal yang bernilai kekal. Mencari
hal-hal itu bukan dimengerti sebagai usaha untuk memperoleh keselamatan,
melainkan sebagai tanda seseorang sudah di dalam kebenaran dan dimerdekakan
dari dosa.
Penghakiman Allah tidak membeda-bedakan. Seseorang
dihukum bukan berdasarkan status keyahudiannya, memiliki Taurat atau tidak,
tetapi berdasarkan disposisi hatinya di hadapan Allah (ayat 12-15). Allah
mengetahui isi hati manusia, apakah terbuka kepada Kristus, atau mengeraskan
hati untuk menolaknya (ayat 16). Jangan terkecoh dengan penampilan kesalehan
yang palsu. Bukti kita sudah memiliki kebenaran adalah hidup dalam kebenaran,
peka terhadap dosa, dan tidak menghakimi orang lain.
No comments:
Post a Comment