AMSAL
13:23-25
Ibu-ibu kekasih
Kristus
Ayat yang akan kita renungkan saat ini ada pada ayat 24 bacaan kita
yang berbicara tentang metode mendidik anak. Kesuksesan hidup bukan hanya
ditandai tidak mengalami kemiskinan (aya.23) atau tidak pernah mengalami
kelaparan (ay.25), namun kesuksesan hidup juga ditandai dengan suksesnya orang
tua dalam mendidik anak-anak mereka (ay.24). Pada ayat 24 inilah Salomo
menyampaikan hal menarik tentang bagaimanakah cara menggunakan tongkat ketika
mendidik anak.
Tongkat yang dimaksud oleh Salomo adalah hajaran kepada anak sebagai
bagian dari mendidik anak. Apakah Salomo sengaja memberi peluang untuk
melakukan kekerasan kepada anak? Apakah Alkitab mengijinkan untuk memukul anak?
Hal ini menarik untuk diuraikan dalam renungan kita hari ini.
Ibu-ibu kekasih
Kristus
Kita pasti mengenal pepatah: “di ujung cemeti ada emas”. Pepatah ini
memberi pengertian bahwa di balik pukulan dan hajaran orang tua, terkandung di
dalamnya manfaat dan faedah yang penting bagi masa depan si anak. Namun bagaimanapun kita harus memperhatikan
hal penting yang ditulis dalam kitab Amsal ini supaya orang tua tidak dengan
bangga membenarkan diri untuk melakukan kekerasan pada anak-anak. Terdapat dua
hal pokok yang disampaikan oleh Salomo dalam ayat 24 kitab Amsal pasal 13 ini,
yakni:
1.
Bolehkah anak dididik dengan
hajaran?
Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, kita perlu
melihat ayat 24 bagian a yang berbunyi: “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya”. Dengan tegas Salomo mengatakan bahwa jika ada
orang tua yang tidak menghajar anaknya itu bukan berarti bahwa ia menyayangi
anaknya, malah sebaliknya bahwa orang tua yang tidak pernah menggunakan tongkat
sama dengan orang tua yang membenci anaknya. Bagaimana mengerti bagian ini?
Banyak orang tua
yang terlalu memanjakan anak, sehingga kesalahan apapun yang dilalukan anak
tidak pernah dikoreksi sejak kecil. Maka ketika dia mulai bertumbuh, anak ini
memiliki sikap tidak bisa diatur dan sifat keras kepala bahkan seakan menjadi
penguasa. Mengapa terjadi demikian? Karena orang tua terlalu memanjakan anak.
Dengan kata lain,
hajaran dan pukulan tetap perlu dilakukan untuk mendidik psikologi dan karakter
anak supaya belajar menghormati orang tua. Namun pukulan dan hajaran bertujuan
bukan untuk mengumbar emosi dan amarah, melainkan pukulan diberikan sebagai
tanda kasih sayang agar ke depan dia belajar arti kesalahan dan mengubah
prilaku yang keliru itu. Itulah yang dimaksud Salomo ketika mengatakan: “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada
anaknya” (Amsal 13:24b).
2.
Bagaimana hajaran itu dilakukan?
Seperti yang disebutkan di atas, hajaran atau
penggunaan tongkat kepada anak tidak dilakukan untuk mengumbar amarah dan
kekerasan kepada anak, melainkan sebagai tanda cinta kasih. Perhatikan bunyi
ayat 24 bagian b pada bacaan kita: “... tetapi siapa mengasihi
anaknya, menghajar dia pada waktunya." Perhatikan
kalimat pada
waktunya dalam
bacaan kita.!! Tanda bahwa pukulan atau hajaran itu adalah demi rasa sayang
dan cinta kasih adalah ketika hajaran itu dilakukan tepat waktu.
Hal ini berarti
Salomo dengn tegas menolak dan mengecam orang tua yang melakukan tindakan
kekerasan kepada anak-anak. Alkitab mengecam orang tua yang memiliki “hobi”
memukul anak. Tidak semua kesalahan atau kekeliruan anak harus “dihadiahi”
dengan pukulan. Tidak selalu didikan itu dilakukan dengan tongkat atau pukulan.
Alkitab mengatakan bahwa andaipun harus menggunakan hajaran saat mendidik anak,
maka hal itu harus dilakukan tepat waktu. Tepat waktu bearti bukan setiap waktu
atau setiap saat. Sebab ada metode didikan yang lain yakni berupa nasehat dan
teguran. Dengan menyampaikan ini maka Salomo memberikan penegasan bahwa orang
tua yang suka memukul anak adalah orang tua yang membenci anaknya. Hal itu tidak
diperkenankan Tuhan.
Ibu-ibu kekasih
Kristus
Lihatlah bahwa ketika
kita memanjakan anak secara berlebihan dan tidak memberi hukuman ketika mereka
berbuat salah, itu bukan berarti kita menyayangi anak, malah dikatakan
sebaliknya, bahwa itu berarti kita membenci mereka. Saya sering menggambarkan
anak kecil bagaikan kertas kosong. Seperti apa isinya nanti sangatlah
tergantung dari seperti apa kita menulisnya. Jika kita ingin mereka menjadi
orang-orang yang takut akan Tuhan dan hidup mencerminkan Kristus kelak, maka
kita harus mulai mendidik mereka dengan benar sejak dini yakni di masa
kanak-kanak mereka. Dan itu termasuk memberi hukuman yang bukan
didasari oleh pelampiasan, tetapi oleh kasih.
Alkitab tidak
mengajarkan kita untuk memberi hukuman yang hanya didasari kekerasan sebagai
pelampiasan kemarahan. Lihatlah ayat berikut ini: "Hajarlah anakmu selama ada harapan,
tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya." (Amsal 19:18). Emosi yang ditumpahkan seperti itu hanya
akan menimbulkan luka dan kemarahan dalam hidup mereka. Lebih lanjut firman
Tuhan pun mengingatkan "Dan
kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi
didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan." (Efesus 6:4). Itulah sebabnya kita
harus mendasari didikan, hajaran atau hukuman dengan kasih.
Lakukanlah engan kasih.
Seperti itu pula Tuhan mendidik kita. Ada kalanya kita pun harus melalui
hukuman Tuhan yang mungkin menyakitkan, tetapi itu semua Dia lakukan bukan
untuk menyiksa kita, tetapi justru karena besar kasihNya pada kita. "..Tuhan menghajar orang yang
dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:6). Justru kita harus bersyukur ketika ditegur
atau dihukum Tuhan, karena itu artinya kita adalah anak-anak yang dikasihiNya.
Tuhan selalu rindu agar kita menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari. Dan
untuk membentuk karakter seperti itu, memang ada kalanya kita harus mendapat
ganjaran atas kesalahan kita.
Ibu-ibu kekasih
Kristus
Seperti cara Tuhan
mendidik kita, demikian pula seharusnya kita mendidik anak-anak kita. Tuhan
menghajar orang bukan karena membenci, tetapi justru karena mengasihi. Itu pula
yang harus menjadi dasar dalam mendidik anak-anak. Jangan lupa pula untuk
memperlakukan masing-masing dengan mempertimbangkan sifat-sifat dasar mereka.
Seringkali yang terbaik untuk dilakukan bukan menyamaratakan semuanya, tetapi
berlaku adil dilakukan dengan memikirkan apa yang terbaik bagi masing-masing
anak, karena firman Tuhan berbunyi "Didiklah
orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak
akan menyimpang dari pada jalan itu." (Amsal 22:6). Apa yang kita ajarkan
sekarang akan sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter mereka di masa
depan.
Didiklah anak-anak kita
sejak masa kecilnya, dan berikan hukuman jika memang harus. Tapi dasarilah itu
semua dengan kasih dan bukan kemarahan. Kenalkanlah Kristus dengan segala
kebaikanNya sejak dini. Jangan lupa pula bahwa sebagai orang tua, kita pun
harus selalu mampu memberi contoh teladan lewat sikap hidup dan perbuatan kita
sendiri. Berikan mereka contoh peran yang baik. Seperti apa kita mendidik
mereka saat ini akan menghasilkan seperti apa mereka kelak di kemudian hari.
Pada saatnya kelak kita akan bersukacita melihat anak-anak kita bertumbuh dalam
kekudusan dan tidak mudah terpengaruh arus sesat dunia. Anda rindu untuk
menikmati itu? Mulailah mendidik mereka dengan benar sesuai firman Tuhan hari
ini juga. Amin
No comments:
Post a Comment