KIDUNG AGUNG 1:9-17
Persekutuan Kaum Bapa yang di kasihi Tuhan
Kidung Agung ini, yang ditulis oleh Raja Salomo, jarang sekali dipakai sebagai nats khotbah dibandingkan kitab-kitab lainnya. Ada kesan kalau dibaca secara kasat mata saja dari satu episode ke episode berikutnya di tiap pasal sepertinya agak vulgar, seolah sulit menangkap maknanya secara rohani yang ingin dicapai dari kitab Kidung Agung ini. Padahal sebenarnya kitab Kidung agung ini merupakan pelajaran yang berguna tentang realita kehidupan sehari-hari yang membicarakan kesucian hidup percintaan manusia.
Tujuannya adalah untuk menyatakan bahwa cinta antara pria dan wanita itu adalah baik dan berharga dari segala segi jika dimaknai secara benar. Tentu saja Raja Salomo bukanlah teladan yang baik tentang cinta yang sejati dan kesetiaan, mengingat ia sendiri mempunyai isteri dan selir yang tidak sedikit (yakni 300 istri dan 700 selir) dan penyelewengannya dalam hal cinta inilah yang pada akhirnya mendatangkan akibat-akibat yang mencelakakan dirinya sendiri, keluarga serta bangsanya (Band 1 Raja2 11).
Persekutuan Kaum Bapa yang di kasihi Tuhan.
Memang sepintas ketika membaca 1:9-17 kita menyimpulkan bahwa syair cinta ini adalah ungkapan hati berbalasan antara mempelai lelaki dengan mempelai wanita yang menuh erotis dan memabukkan. Namun jika kita mendudukkan syair ini pada kisah utuh pasal 1 s/d pasal 8, kita melihat bahwa perikop ini justru bukan cumbuan syair saling merayu, malah sebaliknya syair berbantahan antara rayuan raja dan penolakan Gadis Kampung yang berkulit hitam itu.
Untuk lebih jelasnya, mari kita uraikan syair demi syair yang ada dari pasal 1-8 ini menjadi suatu kisah. Inti sari dari Kisah ini adalah menampilkan 2 tokoh utama, yakni Sang Raja (Salomo) dan Gadis Sulam yang dipaksa dibawa masuk istana. Selanjutnya ada juga 2 tokoh pemeran pembantu yakni Puteri2 Yerusalem dan si penggembala (kekasih hati gadis Sulam). Dengan memahami penokohan ini, maka kisah yang ditemukan dalam bacaan kita adalah sebagai berikut:
Suatu kali di negeri orang Kedar (1:5) hiduplah seorang gadis, sebut saja dia dengan sebutan gadis Sulam (6:13) yang juga memiliki seorang kekasih yang adalah penggembala ternak (1:7). Mungkin karena pengaruh iklim atau memang karena sering berhadapan langsung dengan terik matahari (1:6), gadis Sulam ini berkulit gelap atau hitam (1:5) namun pastilah parasnya tetap cantik. Kecantikannya itulah yang justru menjadi awal kisah sedih hidup gadis ini. Raja amat mengingininnya, sehingga tanpa peduli pada kisah cinta gadis Sulam dan si penggembala, raja dengan teganya mengambil paksa gadis Sulam ke istananya dan memisahkan tautan dua hati yang saling mencintai.
Ringkas cerita, di istana raja, gadis Sulam berjumpa dengan para puteri Yerusalem yang sangat memuja raja dan mengagumi laki-laki haus perempuan ini (1:2-3) Puteri-puteri Yerusalem yang diungkapkan dalam kitab ini menggambarkan para wanita yang dinikahi oleh Salomo, yang sebenarnya ‘buta’ karena terpikat dengan kebahagiaan yang semu yang ia tawarkan kepada mereka melalui segala kemegahan duniawi yang ia miliki. Para puteri Yerusalem ini mewakili gambaran dari wanita2 yang tidak lagi melihat cinta dan kesetiaan yang benar sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan, dimiliki dan dipertahankan. Kehidupan yang materialistis dan hedonistis membuat mereka rela dan senang hati mengabaikan kesucian dan harga diri dan menyerahkan hidup mereka kepada keinginan sang raja.
Berbeda dengan gadis Sulam yang dikisahkannya dalam kitab ini (1:5; 6:13). Gadis ini berusaha ia pikat dengan segala daya tarik dan kemegahan jasmaninya termasuk pengaruh kuasa politisnya (3:6-11), godaan materi yang ia tawarkan (8:11-12) untuk mau meninggalkan kekasihnya dan menjadi mempelai baginya . Ia memang berhasil memaksa sang gadis Sulam ke istananya sebagai mempelai wanita namun tetap tidak dapat membeli atau memiliki cintanya. Berbagai daya upaya dilakukan oleh sang raja untuk memenangkan hatinya, namun gadis Sulam ini tetap dapat menjaga kesucian dirinya. Kidung Agung 4:1-15; 5:1 adalah rayuan sang raja yang ditujukan untuk menaklukan hatinya. Dan meskipun sang raja turut ‘di bantu’ oleh para permaisuri dan para selirnya, yakni puteri2 Yerusalem penghuni Harem untuk membujuk dia, ternyata si gadis Sulam tetap tegar. Cinta dan kesetiaanya kepada kekasihnya sang penggembala domba tidak pernah berubah (5:2-8).
Selanjutnya kita menemukan (Kidung Agung 5:9) ungkapan keputusasaan mereka dalam membujuk si gadis Sulam untuk menuruti keinginan sang raja, sekaligus juga sebagai bentuk kemarahan dan ejekan bagi si gadis Sulam karena di anggap menyia-nyiakan kesempatan ‘emas’ itu. Namun ejekan ini pada akhirnya, justru berubah menjadi kekaguman dalam diri sang raja ini beserta para permaisuri dan para selirnya (6:4-13). Mereka memuji si gadis Sulam karena cinta dan kesetiaannya yang tak terbeli dan tak tergantikan.
Meskipun demikian, sesuai dengan wataknya yang tak kenal menyerah dan sebagai seorang yang keinginannya hampir tidak pernah tidak terpenuhi, sang raja masih tetap berusaha melakukan upaya terakhir (7:1-9). Tetapi rupanya tetap tidak berhasil. Si gadis Sulam tetap pada pendiriannya (7:10-8:4). Sang raja akhirnya menyerah dan membiarkan si gadis Sulam yang teryata tetap tidak mau menjadi mempelainya itu pergi dari istana dembali ke rumah orang tuanya dan bertemu kembali dengan kekasihnya!
Pada akhirnya kesetiaan dan kesucian hati gadis Sulam-lah yang menjadi pemenang. Kemenangan dari cinta dan kesetiaan sejati antara si gadis Sulam dengan kekasihnya sang penggembala domba tergambar dalam Kidung Agung 8:5-14 yang menutup kisah ini.
Persekutuan Kaum Bapa yang di kasihi Tuhan
Itulah inti kisah sesungguhnya yang terjadi dalam pasal 1-8 kitab Kidung Agung yang tersembunyi dibalik syair2 cinta romantis dan erotis. Khusus pada bacaan kita hari ini yakni Kidung Agung 1:9-17 dan berdasarkan keutuhan cerita di atas, ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan, yakni:
1. Pada ayat 9-10 Raja merayu gadis Sulam dan mengidentikkannya dengan Kuda Betina dari Mesir. Mengapa Salomo menggunakan istilah Kuda Betina dari Mesir? Sebab dalam tradisi alkitab (1Raja 4 dan 10) Salomo sangat menyenangi Kuda dari Mesir. Bagi Salomo kuda seperti itu bukan hanya disenangi bagi dirinya saja, namun juga identik dengan keuntungan. Sebab jika kuda jenis ini di jual harganya sangatlah tinggi dan bernilai (bd. 1Raj. 10:28-29; 2Taw. 1:16-17).
Dengan demikian, walaupun kesannya bahwa Salomo memuji sangat tinggi gadis Sulam pujaan nya ini, namun kita dapat menilai bagaimana dia memberi ukuran pada kadar cintanya sendiri tehadap gadis Sulam tersebut. Mengidentikkan gadis Sulam itu seperti “Kuda Betina Mesir” menunjukkan bahwa hadirnya gadis Sulam itu bagaikan mewujudkan “kesenangannya” dan hadirkan “nilai keuntungan” yang tinggi. Jika demikian apakah rasa yang dimilki Salomo kepada gadis Sulam ini disebut CINTA? Jawabnya mungkin saja benar. Namun kesan yang lebih kuat adalah hal itu bukan CINTA namun sekedar nafsu belaka untuk kepentingan diri. Cinta yang tulus adalah tidak mencari keuntungan untuk diri sendiri (bd. 1Kor. 13:5). Salomo terkesan amat kuat untuk mencari keuntungan diri sendiri tanpa peduli pada hancur hati gadis desa tersebut. Salomo juga terkesan licik sebab menyembunyikan keegoisannya di balik kata cinta. Bukankah ini sungguh ironis?
Pada bagian ini kita belajar tentang bagaimana bersikap dan memberi nilai dan arti bagi kehidupan suami-Istri dalam ikatan pernikahan. Setiap kita diarahkan untuk menghormati suami dan mengasihi istri dengan penuh cinta dan kasih. Nilai cinta dan kasih itu bukan soal bendawi atau perhiasan yang berharga dan menguntungkan. Namun justru kesucian hati dan kesetiaan diri terhadap masing2 pasanganlah yang akan membawa hubungan rumah tangga menjadi indah dan bahagia. Paulus menyebut dalam Ef.5:23-25 bahwa ikatan hubungan suami istri adalah ikatan Kasih Tuhan. Kasih yang tiada batas dan tak tertandingi nilainya serta bukan soal terpenuhinya kebutuhan biologis atau harta benda belaka.
2. Apa reaksi gadis Sulam terhadap iming-iming rayuan manis dan pemberian harta dan kekayaan raja tersebut? Pada ayat 13-14 dan 16-17 kita menemukan bahwa si gadis Sulam justru tetap setia kepada kekasihnya dikampung halaman. Kendati mereka terpisah jauh, namun kekasihnya tetap dijaga dengan baik di hatinya seperti bubuk mur yang selalu harum membaui buah dadanya (ay.13), demikian kekasihnya selalu ada dan membaui hatinya.
Istana yang indah dengan dinding-dinding kokohnya, tidak mengubah rasa cinta dan kasihnya kepada si penggembala di kampung yang jauh. Ia tidak mengingini kemegahan istana, malahan sebailknya ia merindukan desanya yang hanya dihiasi oleh dinding papan dari kayu (ay.17) sebab di sanalah kekasih sesungguhnya menanti.
Dari Firman Tuhan inipula kita belajar, bahwa kesetian hati kepada masing-masing pasangan kita (suami atau istri) harusnya tidak dapat dilunturkan dengan berbagai silaunya kenikmatan bendawi yang ditawarkan dunia. Banyak rumah tangga yang hancur karena salah satu tidak setia akibat tergoda pada hal-hal yang lahiria belaka. Lebih jauh, banyak pula orang percaya meninggalkan kasihnya pada Tuhan Yesus justru karena iming-iming harta, tahta, wanita, pria dan cinta, sehingga mendatangkan doa.
No comments:
Post a Comment