A. Pendahuluan
Menurut kesaksian Perjanjian Lama, hari raya Paskah dilakukan untuk memperingati pembebasan umat Allah dari perbudakan di Mesir. Hal itu dengan jelas kita baca dalam Keluaran 12:11-18. Umat Israel tahu, bahwa YHWH (Yahwe), dengan tulah yang Ia adakan pada bangsa Mesir, maka Allah akan “melewati” (bhs Ibrani = pesakh, bnd. Ayat 13) mereka. Implikasihnya, Allah akan “melindungi” mereka dari kematian. Makna Paskah bagi umat Kristen saat ini dalam terang Perjanjian Baru, mendapat arti yang baru yang dihubungkan dengan kebangkitan Yesus Kristus. Karena itu Paskah bagi kita adalah perayaan untuk memperingati kebangkitan Yesus Kristus yang dengannya telah “melewatkan” (bhs.Ibrani = pesakh) kita dari kematian kekal sebagai hukuman karena dosa.
Kebangkitan Kristus (baca=Paskah) dan mengorbananNya itu bagi umat manusia disebabkan karena satu motif utama yakni karena Kasih-Nya bagi kita (Yoh.3:16). Kasih yang sama itu pula yang memungkinkan kita menjadi lebih dari pemenang (Rm.8:37) karena Dia adalah Pemenang yang sesungguhnya (Why.6:2). Bagaimanakah hal ini dimengerti dan dimaknai dalam perjalanan iman orang percaya saat ini ketika berada di tengah “perjuangan” hidupnya? Bagaimana proses menjadi “lebih dari pemenang” itu kita jalani? Kiranya tulisan di bawah ini membantu saudara menemukan jawabannya.
B. Menjadi Pemenang (tanpa istilah “lebih dari”) adalah Sebuah Proses Anugerah
Bicara soal pemenang berarti menyangkut pula tentang proses menjadi pemenang. Proses yang dimaksud bisa berarti perlombaan, perjuangan, peperangan dsb yang melibatkan lebih dari satu pihak. Itulah sebabnya sebelum sampai pada ayat 37, Paulus dalam suratnya kepada Jemaat Roma khususnya pada pasal 8 ayat 31, memulai dengan suatu pertanyaan “siapakah lawan kita?” Dengan kata lain kemenangan yang diperoleh dalam perjuangan itu didasarkan atas perlawanan kepada/dengan siapa? Siapakah objek atau lawan yang telah dikalahkan itu? Pertanyaan ini penting untuk dijawab dalam rangka menunjukkan identitas kita sebagai pemenang (pemenang atas apa?).
Kemenangan atas apa? Menurut Paulus terdapat 2 kelompok lawan yang atasnya kita telah menang atau yang tidak sanggup melawan kita lagi. Pertama, penderitaan-penderitaan sementara (ay.35). Penderitaan-penderitaan dimaksud adalah penindasan, penganiayaan, kesesakan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya (1kor.15:30), dan pedang (baca=peperangan). Kedua, kuasa-kuasa (ay.38-39). Kata-kata ini menyebut musuh-musuh yang amat ditakuti pada abad pertama oleh orang-orang yang berbudaya Yunani termasuk jemaat di Roma. Musuh-musuh ini dianggap memiliki kekuatan gaib atau supra-natural yang jahat untuk menguasai hidup dan nasib manusia. Tirani ilmu nujum dan ketakutan yang mendatangkan keputusasaan ini telah membawa hidup manusia ke dalam cengkraman “nasib” yang tak berbelas-kasihan. Dengan kata lain, 2 musuh yang dimaksud Paulus adalah musuh yang menyerang jasmani dan rohani umat Tuhan. Terhadap kedua jenis musuh inilah umat Tuhan telah dimenangkan. Itulah pula identitas kita sebagai pemenang, yakni yang menang terhadap penyerang jasmani dan rohani kita.
Lebih lanjut, pertanyaan yang tidak kalah pentingnya untuk dijawab adalah: “atas dasar apa Paulus maupun umat Tuhan mengklaim diri sebagai pemenang yang telah mengalahkan musuh-musuh tersebut?” Perhatikan ayat 34 yang dinyatakan Rasul Paulus lewat bentuk pertanyaan semunya. Kemenangan yang diklaim oleh Paulus yang juga dinikmati umat percaya, terjadi berdasarkan kemenangan Yesus Kristus melalui kematian dan kebangkitanNya. Dengan kata lain kuasa kebangkitan Yesus Kristus atau Paskah adalah momentum kemenangan umat percaya atas musuh-musuhnya. Hal ini lebih tegas dinyatakan Rasul Paulus dalam Ef.1:20-23 bahwa lewat Paskah (kebangkitan Yesus Kristus) segala pemerintah, penguasa dan kekuasaan kini dan akan datang, telah tunduk dibawah kaki Kristus. Kemenangan yang sama itu pula telah menjadi milik setiap orang yang percaya kepadaNya (bd. Ef.1:22-23).
Dengan demikian kita dapat simpulkan bahwa kemenangan orang percaya, termasuk saya dan saudara, atas musuh-musuh umat Tuhan, diperoleh bukan karena perjuangan kita melainkan karena kuat Kuasa dan Kasih Yesus Kristus Penyelamat yang Agung dan Besar. Sekali lagi itu terjadi bukan karena usaha kita, melainkan semata-mata karena Kasih Karunia Allah (sola-gracia) yang dianugerahkan bagi kita. Kemenangan ini adalah hadiah cuma-cuma atau anugerah yang gratis namun mahal harganya. Penggenapan kemenangan ini adalah bahwa ‘Allah menjadi semua di dalam semua’ (1Kor.15:24-28). Artinya bahwa kemenangan ini bukan pertama-tama kemenangan kita, melainkan adalah kemenangan Allah karena Dialah kemenangan yang sejati itu. Konsekuensi logisnya adalah bahwa hanya Dia sajalah yang harus dimuliakan dan diagungkan ketika kita telah mengecap kemenangan atas musuh-musuh yang merongrong kehidupan iman kita. Saudara dan saya diajak untuk tidak bermegah diri atau menjadi angkuh atas kemenangan itu, sebab tindakan itu sama halnya dengan upaya “mencuri” kemuliaan Tuhan. Jika musuh-musuh itu tidak mampu melawan kita, maka biarlah itu menjadi puji-pujian dan hormat untuk kemuliaan Allah Bapa dalam Yesus Kristus.
C. Menjadi “lebih dari” Pemenang adalah Tindakan Imani terhadap Anugerah Allah
Menarik untuk disimak bahwa istilah “lebih dari pemenang” (LAI= lebih dari pada orang-orang yang menang; NIV= we are more than conquerors) dalam ayat 37, tidak lazim digunakan untuk menunjuk pada hasil perjuangan. Istilah yang harusnya lazim digunakan adalah pemenang, juara, atau penakluk dan tidak pernah ada penambahan kata keterangan “lebih dari”. Tetapi mengapa justru istilah ini (“lebih dari”) dipakai Paulus? Apakah ada perbedaan maksud Paulus tentang “pemenang” dan “lebih dari pemenang”?
Saya yakin bahwa Paulus tidak bermaksud mengatakan bahwa musuh-musuh tersebut telah hancur dan mereka telah menderita kekalahan. Sebab jika memang kelaparan, ketelanjangan, kesesakan, penindasan dsb telah dikalahkan atau tidak mampu lagi melawan pengikut Kristus, lalu mengapa orang Kristen justru masih banyak mengalami kelaparan, ketelanjangan, penindasan dan sebagainya itu? Di sinilah letak rahasia besar dibalik istilah “lebih dari pemenang” yang dipakai oleh Paulus untuk orang-orang yang percaya kepada Kristus. Artinya, bahwa segala persoalan hidup tetap ada di sekitar hidup orang percaya, selama kita masih berada di dalam dunia, namun kita memiliki pengharapan iman bahwa kita akan menang atasnya melalui kuasa Kebangkitan Yesus Kristus (paskah).
Perhatikanlah bahwa anugerah kemenangan itu kita terima atas segala bentuk penderitaan dan pergumulan hidup dan bahkan atas berbagai kuasa apapun di dunia ini. Sebagai pemenang, kita hanya akan mampu disebut “lebih dari pemenang” apabila Anugerah itu kita nyatakan dalam tindakan imani kita sehari-hari. Bagaimana hal itu dimengerti? Paulus adalah contoh kongkrit dari Pribadi yang menjadi “lebih dari pemenang” dalam hal tindakan-tindakan imaninya menghadapi kesulitan hidup. Paulus menyebut berbagai penderitaan yang ia hadapi sebagai pengikut Kristus dalam 1Kor.4:11 antara lain rasa lapar, haus, dipukul dan hidup mengembara. Ia bisa saja mengalahkan rasa lapar, haus dan berbagai penyiksaan itu dengan sekejap lewat berhenti menjadi pemberita Firman. Ia pasti akan mendapat berbagai fasilitas pemerintahan Romawi waktu itu dan bahkan mungkin hidup mewah menjadi bagiannya. Dan jika ia lepas dari semua penderitaan itu bukankah itu berarti ia telah menjadi pemenang terhadap rasa lapar dan haus melalui berbagai kelimpahan material? Bukankah itu benar? Tapi lihatlah, Paulus tidak memilih jalan itu! Ia tetap memberitakan Firman dan hidup dalam kebenaran Allah. Inilah yang dilakukan Paulus sebagaimana tertulis dalam ayat 12 dan 13 surat 1Kor.4, yakni: “...Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; kalau kami difitnah, kami menjawab dengan ramah...” Inilah contoh hidup sebagai seorang pemenang yang berkarakter “lebih dari pemenang”. Paulus tahu bahwa oleh Anugerah Paskah penderitaan2 itu telah dikalahkan. Apa yang ia imani itu dinyatakan lewat tindakan imani (perbuatan nyata) untuk tidak mau kalah oleh penderitaan itu, namun sebaliknya tetap berjuang di jalan yang benar, kendatipun seakan-akan penderitaan itu kelihatan menang. Paulus menjadi pemenang yang “lebih dari sekedar pemenang” bukan karena ia mengalahkan musuh-musuhnya, tetapi dengan cara apa ia menjalani penderitaan-penderitaan itu.
Sebenarnya, apakah tujuan dari musuh-musuh, yang diuraikan di atas, hadir dalam kehidupan orang percaya? Perhatikan bacaan kita pada ayat 35 dan 39b “...memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus...” Jadi kemenangan musuh-musuh kita bukan soal bagaimana mereka telah membuat kita menderita sebagai pengikut Kristus, tetapi lebih dalam dari itu adalah bagaimana penderitaan-penderitaan itu akhirnya memisahkan kita dari Kasih Allah. Anda pasti masih mengingat kisah Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang dilaporkan dalam Daniel pasal tiga. Mereka mendatangkan kegeraman Raja Nebukadnezar dengan menolak bersujud dan menyembah patung yang dibuatnya. Raja menyatakan dengan jelas bahwa jika sekali lagi mereka menolak, maka akan dicampakkan ke dalam “perapian yang menyala-nyala.” Perhatikanlah jawaban Sadrakh, Mesakh dan Abednego atas tantangan raja itu: “...Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (Daniel 3:17-18). Mereka bisa saja menghindarkan diri dari dapur api itu lewat tunduk pada perintah raja. Dengan demikian mereka menang terhadap penderitaan itu karena “si dapur api” tidak mampu menjamah mereka. Tetapi jika hal itu terjadi maka mereka telah terpisah dari Kasih Allah dan musuh-musuh iman mereka telah berhasil mencapai tujuannya.
Sadrakh, Mesakh dan Abednego dapat disebut sebagai Pemenang yang berkarakter “lebih dari pemenang”, bukan karena tetap hidup setelah keluar dari perapian yang menyala-nyala, namun karena perbuatan iman mereka untuk tetap percaya kepada Allah. Mungkin saudara sedang mengalami penderitaan sebagai seorang percaya saat ini: mengalami ketidak-adilan dalam berbagai keputusan pihak2 tertentu hanya karena saudara seorang Kristen; saudara sulit mendapatkan promosi untuk posisi tertentu karena anda pengikut Kristus; saudara mengalami sakit menahun yang sebenarnya bisa disembuhkan jika anda mau mampir kepadepokan paranormal yang terjamin kesaktiannya dsbnya. Saudara bisa keluar dari persoalan itu dengan mudah melalui banyak jalan pintas, dan akhirnya saudara menjadi “pemenang” atas penderitaan-penderitaan itu. Tapi sayang, saudara telah terpisahkan dari Kasih Kristus oleh penderitaan-penderitaan itu yang justru menurut saudara penderitaan-penderitaan itu telah anda kalahkan dan berlalu.
Kita percaya bahwa semua musuh-musuh iman kita, termasuk segala penderitaan hidup, sakit penyakit, ketidakadilan, kuasa-kuasa setan, kelaliman dan sebagainnya telah dikalahkan oleh Kuasa Kebangkitan Yesus Kristus (paskah). Ini memberi implikasi bahwa Allah dalam Yesus Kristus sanggup melepaskan kita dari segala bentuk penderitaan hidup dan menjadikan kita sebagai pemenang sebab Paskah telah mengalahkan semua ancaman itu. Kita diajak untuk menyerahkan diri kepada Allah dan membiarkan Ia bertidak. Penyerahan diri secara total kepada Tuhan Yesus adalah yang Ia inginkan dari umatNya. Dalam keadaan yang kelihatannya tidak terkendali sekalipun, saya percaya bahwa Ia sanggup menyelamatkan hidupku- tetapi seandainya tidak, dan pergumulan itu tetap ada, maka saya tidak akan melakukan sesuatu yang dapat memisahkanku dari Kasih Kristus. Itulah seorang pemenang yang berkarakter “lebih dari pemenang”.
D. Penutup
Melalui Paskah, Kristus telah membuktikan bahwa Ia telah mengalahkan berbagai penghalang yang akan memisahkan kita dari KasihNya. Hal ini menjadikan kita sebagai pribadi yang “lebih dari pemenang”. Menjadi “lebih dari pemenang” bukan soal siapa/apa yang kita kalahkan, melainkan bagaimana cara saudara dan saya berproses menjalani semua tantangan hidup ini dengan tidak mengijinkan iblis memanfaatkannya untuk memisahkan saudara dari Kasih Kristus. Kendatipun penderitaan hidup belum selesai kita tahu bahwa kita telah menang atasnya bahkan menjadi “lebih dari pemenang” melalui penyerahan diri dan ketaatan kepada Allah. Selamat Paskah, Kristus telah menang! Ia telah bangkit. Haleluya.
No comments:
Post a Comment